Selasa, 14 Mei 2013

JURNAL HARMONISASI AKUNTANSI INTERNASIONAL: DARI KEBERAGAMAN MENUJU KESERAGAMAN

Kajian Akuntansi, Pebruari 2010, Hal: 77 - 91 Vol. 2 No. 1 
ISSN : 1979-4886
77
HARMONISASI AKUNTANSI INTERNASIONAL: DARI KEBERAGAMAN MENUJU 
KESERAGAMAN
International Accounting Harmonization: From Diversity to Uniformity
Maryono
Program Studi Akuntansi Universitas Stikubank
Jl. Kendeng V Bendan Ngisor Semarang 50233
e-mail: maryono@unisbank.ac.id
ABSTRAK
Sebagai ilmu social, standar akuntansi dan praktik akuntansi akan tergantung dari pertumbuhan 
ekonomi, sumber pendanaan, kelas pendidikan, pajak dan hukum, dll inflasi di mana akuntansi
sana. Dalam rangka meminimalkan perbedaan standar dan praktek di bidang akuntansi, 
harmonisasi akuntansi internasional sebagai tonggak untuk konvergensi akuntansi.
Keywords: Harmonisasi, Convergenci, komparabilitas
ABSTRACT
As a social scienc, accounting standard and practice will be dependent of economic growth, 
funding resources, educational grade, taxable and law, inflation etc. where accounting there. In 
order to minimize defferenciation of standard and practice in accounting, international 
accounting harmonization as a milestone to accounting convergency.
Keywords: Harmonization, Convergency, Comparability78 Maryono Kajian Akuntansi
78
PENDAHULUAN
Globalisasi yang ditandai dengan 
beroperasinya perusahaan-perusahaan multinasional di berbagai negara telah berperan 
menjembatani bertemunya praktek akuntansi yang 
berbeda dari berbagai negara baik di atara negara 
maju yang satu dengan dengan negara maju 
lainnya, maupun perbedaan antara negara 
berkembang yang satu dengan negara berkembang 
lainnya, bahkan antara negara maju dengan negara 
berkembang. Perbedaan yang demikian ini dapat 
dimengerti mengingat ilmu akuntansi sebagai 
bagian dari ilmu sosial akan sangat dipengaruhi 
oleh lingkungan sosial di mana praktek akuntansi 
tersebut berada. Akuntansi hanya akan bermanfaat 
apabila sesuai dengan tuntutan masyarakat yang 
menjadi bagian dari lingkungan akuntansi tersebut.
Adanya perbedaan praktek akuntansi yang 
diakibatkan oleh adanya perbedaan standar 
akuntansi dapat mengakibatkan daya banding 
akuntansi menjadi berkurang atau bahkan hilang 
sama sekali. Suatu laporan keuangan yang 
merupakan hasil dari proses akuntansi pada suatu 
perusahaan di suatu negara yang menunjukkan 
adanya laba atau menggambarkan kinerja yang 
baik, dapat saja akan menunjukkan perbedaan 
yang sebaliknya apabila laporan keuangan tersebut 
dibuat berdasarkan standar akuntansi di negara 
yang memiliki standar berbeda dengan laporan 
keuangan tersebut.
Kondisi yang demikian ini tentu saja 
menimbulkan permasalahan yang serius 
mengingat tujuan penyampaian laporan keuangan 
oleh manajemen adalah untuk dapat difahami dan 
dipercayai oleh seluruh pihak yang 
berkepentingan. Namun dengan adanya kenyataan 
bahwa di dunia ini terdapat berbagai standar 
akuntansi yang berlaku di masing-masing negara 
yang semuanya dapat menghasilkan laporan 
keuangan yang beragam dapat mengurangi tingkat 
kepercayaan pihak eksternal terhadap laporan 
keuangan tersebut.
Tulisan ini bertujuan untuk 
mengungkapkan faktor-faktor yang mendorong 
perlunya harmonisasi terhadap akuntansi, contoh 
berbandingan Standar Akuntansi Keuangan yang 
berlaku di Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku di Amerika Serikat dan Standar 
Akuntansi Internasional yang dikeluarkan oleh 
International Accounting Standard Board. Dalam 
tulisan ini juga disajikan tentang perkembangan 
harmonisasi akuntansi internasional serta hasilhasil yang telah dicapai sampai dengan saat ini.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG 
PERLUNYA HARMONISASI TERHADAP 
AKUNTANSI
Standar dan praktek akuntansi di setiap 
negara merupakan hasil interaksi yang kompleks 
di antara faktor ekonomi, sejarah, kelembagaan, 
dan budaya. Secara terperinci Choi dan Meek
(2005) menyebutkan delapan faktor yang 
mempengaruhi perkembangan akuntansi.
Mengingat bahwa di masing-masing negara ke 
delapan faktor tersebut tentu saja tidak seragam, 
maka kedelapan faktor tersebut juga dapat menjadi 
pendorong perlunya harmonisasi akuntansi.
1. Sumber Pendanaan
Pergeseran atau perubahan sumber pendanaan 
perusahaan akan berpengaruh terhadap perubahan 
atau bertambahnya pihak-pihak yang 
berkepentingan terhadap perusahaan. Perusahaan 
dengan skala permodalan yang kecil dan hanya 
menggunakan sumber pendanaan dari pemilik saja 
berarti mereka tidak atau belum terikat terhadap 
kreditur atau investor. Sedangkan perusahaan 
dengan skala besar yang memerlukan pendanaan 
dari eksternal baik dari kreditur maupun investor 
berarti mereka telah terikat oleh kepentingan 
kreditur maupun investor. Di negara-negara 
dengan pasar ekuitas yang kuat seperti di Amerika 
Serikat dan Inggris, akuntansi memiliki fokus atas 
seberapa baik manajemen menjalankan perusahaan 
dan dirancang untuk membantu investor 
menganalisis arus kas masa depan dan tingkat 
resiko terkait. Pengungkapan dilakukan sangat 
lengkap untuk memenuhi ketentuan pemilikan 
publik yang luas. Sebaliknya pada sistem berbasis 
kredit di mana bank merupakan sumber utama 
pendanaan, akuntansi memiliki fokus atas 
perlindungan kreditur melalui pengukuran 
akuntansi yang konservatif. Karena lembaga 
keuangan memiliki akses langsung terhadap 
informasi apa saja yang diinginkan, pengungkapan 
publik yang luas dianggap tidak perlu. Contohnya 
adalah Swiss dan Jepang. 
2. Sistem HukumVol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 79
Dunia barat memiliki dua orientasi dasar yaitu 
hukum kode (sipil) dan hukum umum (kasus). 
Dalam negara-negara hukum kode, hukum 
merupakan satu kelompok lengkap yang 
mencakup ketentuan dan prosedur. Kodifikasi dan 
prosedur akuntansi merupakan hal yang wajar dan 
sesuai di sana. Dengan demikian di negara-negara 
hukum kode, aturan akuntansi digabungkan dalam 
hukum nasional dan cenderung sangat lengkap dan 
mencakup banyak prosedur. Sebaliknya hukum 
umum berkmbang atas dasar kasus per kasus tanpa 
adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus 
dalam kode yang lengkap. Pada kebanyakan 
negara hukum umum aturan akuntansi ditetapkan 
oleh organisasi profesional sektor swasta. Hal ini 
memungkinkan aturan akuntansi lebih adaptif dan 
inovatif.
3. Perpajakan
Di kebanyakan negara, peraturan pajak secara 
efektif menentukan standar akuntansi karena 
perusahaan harus mencatat pendapatan dan beban 
dalam akun mereka untuk mengklaimnya untuk 
keperluan pajak. Contoh untuk kasus ini adalah di 
Jerman dan Swedia. Di negara lain seperti di 
Belanda, akuntansi keuangan dan pajak berbeda : 
laba kena pajak pada dasarnya adalah laba 
akuntansi keuangan yang disesuaikan terhadap 
perbedaan-perbedaan dengan hukum pajak. Bila 
terdapat perbedaan dalam akuntansi keuangan 
dengan hukum pajak, maka perusahaan biasanya 
harus menyesuaikan dengan hukum pajak. Contoh 
di Indonesia tentang pencatatan persediaan yang 
dalam ketentuan perpajakan hanya 
memperbolhkan metode masuk pertama keluar 
pertama ( fifo ) dan rata-rata. 
4. Ikatan Politik dan Ekonomi
Penyebaran ide dan teknologi akuntansi sering 
dilakukan melalui penaklukan, perdagangan, dan 
kekuatan lain. Sistem pencatatan berpasangan 
(double entry) yang berasal dari Itali pada tahun 
1940an secara perlahan-lahan menyebar luas di 
Eropa bersamaan dengan gagasan-gagasan 
pembaharuan lainnya. Inggris dan Jerman 
mengekspor akuntansi ke negara-negara yang 
menjadi kekuasaannya. Amerika Serikat 
memaksakan praktek akuntansi bergaya Amarika 
kepada Jepang. Negara-negara berkembang 
menggunakan sistem akuntansi yang 
dikembangkan di tempat lain (contoh India), 
sedangkan yang lainnya menggunakan sistem 
akuntansi yang mereka pilih sendiri. Jadi dalam 
pengembangan sistem akuntansi di suatu negara 
sangat tergantung oleh ikatan politik atau ekonomi 
pada negara lainya. 
5. Inflasi
Inflasi menyebabkan distorsi terhadap 
akuntansi biaya historis dan mempengaruhi 
kecenderungan suatu negara untuk menerapkan 
perubahan harga terhadap akun-akun perusahaan. 
Laporan keuangan yang disampaikan manajemen 
pada saat terjadi inflasi dapat menyesatkan pihakpihak yang berkepentingan. Hal ini dapat 
disebabkan karena pencatatan biaya yang terlalu 
rendah akibat penghitungan biaya penyusutan dari 
aktiva tetap yang dicatat terlalu rendah nilainya. 
Laba rugi yang dicatat perusahaan bisa jadi tidak 
menggambarkan perubahan kepemilikan aktiva 
yang semestinya karena laba rugi dalam nominal 
tidak diikuti dengan penambahan atau 
pengurangan kekayaan yang sepadan.
6. Tingkat Perkembangan Ekonomi
Perkembangan tingkat ekonomi suatu negara 
akan mendorong inovasi-inovasi baik dalam 
bertransaksi maupun timbulnya instrumeninstrumen daru dalam berinvestasi, sistem 
pembayaran maupun hal lain yang dibutuhkan 
dengan perkembangan ekonomi yang terjadi. Saat 
ini banyak perekonomian yang berubah dari 
industri ke perekonomian jasa. Masalah akuntansi 
mengenai penilaian aktiva tetap dan depresiasi 
yang sangat relevan dalam sekto manufaktur 
menjadi semakin kurang penting. Tantangantantangan akuntansi yang baru seperti penilian 
aktiva tidak berwujud dan sumber daya manusia 
menjadi semakin berkembang. 
7. Tingkat Pendidikan
Praktek akuntansi yang rumit dan sangat 
kompleks hanya akan dapat dihasilkan oleh 
mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang 
tinggi. Sementara i pihak lain informasi akuntansi 
yang begitu kompleks juga hanya akan bermanfaat 
bila dibaca oleh mereka yang memiliki pendidikan 
memadai sehingga mampu memahami yang 
disajikan dalam laporan akuntansi. Jadi pada 
masyarakat di mana sebagian besar penduduknya 80 Maryono Kajian Akuntansi
80
masih berpendirikan rendah kiranya akuntansi 
yang sederhana akan lebih bermanfaat bila 
dibandingkan dengan akuntansi yang sangat rumit 
dan kompleks.
8. Budaya
Hofstede dalam Choi dan Meek (2005) 
menjelaskan bahwa budaya dijelaskan dalam 
empat dimensi yaitu : individualisme lawan 
kolektivisme, jarak kekuasaan yang besar lawan 
jarak kekuasaan yang kecil, penghindaran ketidak 
pastian yang kuat lawan penghindaran ketidak 
pastian yang lemah, dan maskulinitas yang 
membedakan pria dan wanita. Keempat dimensi 
tersebut akan berpengaruh terhadap sistem dan 
praktek akuntansi di suatu negara.
PERKEMBANGAN HARMONISASI 
AKUNTANSI INTERNASIONAL
Usaha untuk mengharminisasikan akuntansi 
secara internasional sudah dimulai sejak lama 
bahkan sebelum terbentuknya International 
Accounting Standard Commitee (IASC) didirikan 
pada tahun 1973. Pada tahun 1959, Jacob 
Krayenhof, mtra pendiri sebuah firma akuntan 
independen Eropa yang utama mendorong agar 
usaha pembuatan standar akuntansi internasional 
dimulai. Pada tahun 1976, Organisasi untuk 
Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi 
(Organization for Economic Cooperation and 
Development - OECD) mengeluarkan Deklarasi 
Investasi dalam Perusahaan Multinasional yang 
berisi panduan untuk ”Pengungkapan Informasi”. 
Tahun 1978 Komisi Masyarakat Eropa 
mengeluarkan Dekrit Keempat sebagai langkah 
pertama menuju harmonisasi akuntansi Eropa. 
Pada tahun 1981 IASC mendirikan kelompok 
konsultatif yang terdiri dari organisasi non anggota 
untuk memperluas masukan-masukan dalam 
pembuatan standar internasional. Di tahun 1984, 
Bursa Efek London menyatakan bahwa pihaknya 
berharap agar perusahaan-perusahaan yang 
mencatatkan sahamnya ttapi tidak didirikan di 
Inggris dan Irlandia menyesuaikan dengan 
akuntansi internasional. Tahun 2001 Badan 
Standar Akuntansi Internasional (International 
Accounting Standard Board–IASB) menggantikan 
IASC dan mengambil alih tanggungjawab per 
tanggal 1 April 2001. Standar IASB disebut 
Standar Pelaporan Keuangan Internasional 
(Intanatioanl Financial Report Standard–IFRS) 
dan termasuk di dalamnya IAS yang dikeluarkan 
IASC. Di tahun 2002 Parlemen Eropa menyetujui 
proposal Komisi Eropa bahwa secara nyata 
seluruh perusahaan Uni Eropa yang tercatat 
sahamnya harus mengikuti standar IASB dimulai 
selambat-lambatnya tahun 2005 dalam laporan 
keuangan konsolidasi. Pada tahun yang sama 
IASB dan FASB menandatangani ” Perjanjian 
Norwalk ” yang berisi komitmen bersama terhadap 
konvergensi standar akuntansi internasional dan 
Amerika Serikat.
Pada tahun 2008, Ikatan Akuntan Indonesia 
(IAI) pada hari Selasa, 23 Desember 2008 dalam 
rangka Ulang tahunnya ke-51 mendeklarasikan 
rencana Indonesia untuk convergence terhadap 
International Financial Reporting Standards
(IFRS) dalam pengaturan standar akuntansi 
keuangan. Pengaturan perlakuan akuntansi yang 
konvergen dengan IFRS akan diterapkan untuk 
penyusunan laporan keuangan entitas yang 
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012. 
Hal ini diputuskan setelah melalui pengkajian dan 
penelaahan yang mendalam dengan 
mempertimbangkan seluruh risiko dan manfaat 
konvergensi terhadap IFRS. Compliance terhadap 
IFRS telah dilakukan oleh ratusan Negara di dunia 
diantaranya adalah Korea, India dan Canada yang 
akan melakukan konvergensi terhadap IFRS pada 
tahun 2011. Data dari International Accounting 
Standard Board (IASB) menunjukkan saat ini 
terdapat 102 negara yang telah menerapkan IFRS 
dengan berbagai tingkat keharusan yang berbedabeda. Sebanyak 23 negara mengizinkan 
penggunaan IFRS secara sukarela, 75 negara 
mewajibkan penggunaan IFRS untuk seluruh 
perusahaan domestik, dan empat Negara 
mewajibkan penggunaan IFRS untuk perusahaan 
domestik tertentu.
Compliance terhadap IFRS memberikan 
manfaat terhadap keterbandingan laporan 
keuangan dan peningkatan transparansi. Melalui 
compliance maka laporan keuangan perusahaan 
Indonesia akan dapat diperbandingkan dengan 
laporan keuangan perusahaan dari negara lain, 
sehingga akan sangat jelas kinerja perusahaan
mana yang lebih baik. Selain itu, program 
konvergensi juga bermanfaat untuk mengurangi 
biaya modal (cost of capital), meningkatkan Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 81
investasi global, dan mengurangi beban 
penyusunan laporan keuangan. International 
Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan 
sebagai referensi utama pengembangan standar 
akuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS 
merupakan standar yang sangat kokoh. 
Penyusunannya didukung oleh para ahli dan 
dewan konsultatif internasional dari seluruh 
penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup 
dan didukung dengan masukan literatur dari 
ratusan orang dari berbagai displin ilmu dan dari 
berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia. 
Dengan telah dideklarasikannya program 
konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada tahun 
2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh 
Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI akan 
mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas. 
PERBANDINGAN STANDAR AKUNTANSI 
KEUANGAN:INDONESIA, AMERIKA
SERIKAT, DAN INTERNASIONAL.
Untuk melihat terjadinya perbedaan praktek 
akuntansi di berbagai negara di dunia ini, berikut 
ini disampaikan contoh Standar Akuntansi 
Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia, 
Amerika Serikat ( Financial Accounting Standard 
Board/FASB) dan Stadar Akuntansi Internasional 
(International Accounting Standard/IAS) atau 
International Financial Report Standard (IFRS).
Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
Indonesia sebagai salah satu negara yang 
sedang berkembang tentu saja sangat jauh berbeda 
bila dibandingkan dengan negara maju seperti 
Amerika Serikat maupun negara maju lainnya baik 
dalam praktek bisnis maupun standar dan prektek 
akuntansinya. Praktek bisnis yang telah 
berkembang di negara maju dan telah dibuat 
standar akuntansinya namun praktek bisnis 
tersebut belum berkembang di Indonesia tentu saja 
belum memerlukan standar akuntansi. Sementara 
praktek bisnis yang berkembang di Indonesia 
namun tidak berkembang di negara lainnya 
termasuk di negara-negara maju, maka dibuat 
standar akuntansinya seperti standar akuntansi 
untuk perbankan syariah.
Standar Akuntansi Keuangan Amerika Serikat
Amerika merupakan salah satu Negara maju di 
dunia yang mempunyai pengaruh politik, 
ekonomi, social budaya termasuk akuntansi 
terhadap sesame Negara maju maupun Negara 
berkembang sangat kuat. Dapat diibaratkan apa 
yang terjadi di Amerika sekarang secara perlahan 
atau cepat akan ditiru di Negara lain. Khusus 
mengenai praktek bisnis di Amerika berkembang 
begitu pesat yang pada akhirnya memerlukan 
standard an praktek akuntansi yang berkembang 
pula sesuai dengan perkembangan bisnis yang 
terjadi. Bila dibandingkan dengan Standar 
Akuntansi Keungan Indonesia maupun Standar 
Akuntansi Internasional maka standar akuntansi 
keuangan di Amerika jauh lebih banyak akibat 
praktek bisnis yang memang lebih beragam
Standar Akuntansi Internasional (IAS / IFRS)
International Accounting 
Standard/International Financial Reporting 
Standard dikeluarkan oleh International 
Accounting Standard Board atau Badan Standar 
Akuntansi Internasional. Mengingat tujuan 
penyusunan standar akuntansi tersebut untuk dapat 
dipergunakan sebanyak mungking negara di dunia 
maka dalam penyusunan standar akuntansi terntu 
saja Badan Standar Akuntansi Internasional 
mempertimbangkan kondisi sebagian besar negara 
sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka. Bila 
kita bandingkan dengan standar akuntansi 
Amerika maka dari segi jumlah standar yang 
dikeluarkan Badan Standar Akuntansi 
Internasional jauh lebih sedikit karena memang 
mereka tidak mengacu pada perkembangan bisnis 
dan kebutuhan akuntansi di Amerika saja 
melainkan pada sebagian besar negara sehingga 
standar akuntansi yang mereka keluarkan dapat 
diadopsi baik sebagian maupun sepenuhnya.
Ketiga standar akuntansi tersebut baik yang 
berlaku di Indonesia, Amerika Serikat, dan standar 
Internasional, maka secara kuantitas jelas tampak 
perbedaan yang nyata. Bila melihat dari segi 
jumlah standar maka standar akuntansi di 
Indonesia bila dibandingkan dengan Amerika 
Serikat hanya kurang lebih sepertiganya saja 
sementara bila dibandingkan dengan standar 
akuntansi internasional standar akuntansi di 
Indonesia lebih banyak. Perbedaan jumlah standar 
akuntansi di Amerika yang jauh lebih banyak dari 
Indonesia dapat dijelaskan bahwa tingkat 
perkembangan ekonomi Amerika jauh lebih maju 
bila dibandingkan dengan Indonesia sehingga di 82 Maryono Kajian Akuntansi
82
Amerika telah berkembang berbagai jenis 
instrumen yang dapat dikategorikan ke dalam 
rekening harta, kewajiban, maupun ekuitas. 
Sementara bila di Indonesia ada standar akuntansi 
yang sudah berlaku di Amerika tetapi belum ada di 
Indonesia menunjukkan bahwa untuk Indonesia 
hal tersebut masih dipandang belum mendesak 
atau penting mengingat frekuensi terjadinya masih 
rendah atau bahkan belum timbul sama sekali.
Sementara standar akuntansi internasional 
yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan 
Amerika bahkan Indonesia dapat dijelaskan bahwa 
standar akuntansi internasional berusaha sebanyak 
mungkin dapat mengadopsi berbagai keragaman 
standar akuntansi di berbagai negara di dunia. 
Standar akuntansi internasional tersebut 
diharapkan banyak negara yang dapat mengadopsi 
atau menggunakan standar yang ada untuk 
diberlakukan di negara masing-masing. Semakin 
banyaknya negara yang menggunakan standar 
akuntansi internasional berarti telah terjadi 
penyeragaman standar akuntansi meskipun belum 
sepenuhnya, mengingat seperti di Amerika berarti 
masih ada standar akuntansi lainnya yang belum 
tercakup dalam standar akuntansi internasional.
IMPLIKASI BAGI STANDAR DAN 
PRAKTEK AKUNTANSI DI INDONESIA
Indonesia merupakan bagian yang tidak 
terpisahkan dari bisnis internasional atau global 
tentu saja juga akan menghadapi permasalahan 
dalam standar maupun praktek akuntansinya yang 
mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan 
perkembangan akuntansi yang berlaku secara 
internasional. Beberapa negara maju antara lain 
Perancis telah memberikan kebebasan kepada 
perusahaan untuk menggunakan standar akuntansi 
Perancis maupun standar akuntansi internasional 
yaitu Ineternational Financial Report Standard
yang dikeluarkan oleh International Accounting 
Standard Board. Pemberian kebebasan kepada 
perusahaan untuk menggunakan IFRS tentu saja 
dapat menjadi kecenderungan bagi negara lainnya 
yang pada akhirnya akan mendorong penggunaan 
IFRS secara meluas di berbagai negara termasuk 
Indonesia.
Namun demikian merujuk pada faktor-faktor 
yang mempengaruhi praktek akuntansi, maka 
Indonesia tidak dengan serta merta mengadopsi 
IFRS secara penuh atau mutlak mengingat 
perbedaan faktor pendukung sehingga harus 
dilakukan kajian terlebih dahulu standar mana 
yang sudah dapat diadopsi dan diterapkan di 
Indonesia dan standar mana yang belum dapat 
diadopsi untuk diterapkan di Indonesia, dengan 
demikian penerapan IFRS dibatasi terlebih dahulu 
hanya pada perusahaan-perusahaan yang 
mempunyai kemampuan penyesuaian tinggi 
terhadap perubahan penggunaan standar yang 
berlaku di Indonesia ke IFRS. Perusahaan 
penanaman modal asing (PMA) dan perusahaan 
yang telah go publik mungkin merupakan 
perusahaan-perusahaan yang telah siap beralih 
dari penggunaan standar akuntansi Indonesia ke 
dalam standar akuntansi internasional mengingat 
selama ini mereka telah berinteraksi dengan 
investor, kreditor dan badan-badan internasional. 
Hal ini mengingat di Indonesia terdapat 
heteroginitas perusahaan dari perusahaan skala 
mikro, kecil, menengah hingga yang besar.
Perbedaan karakteristik perusahaan ini tentu 
saja menuntut pemberlakukan standar akuntansi 
yang berbeda sehingga masing-masing kelompok 
perusahaan dapat memilih standar akuntansi sesuai 
dengan karakteristik perusahaan. Khusus 
mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah 
misalnya saat ini sedang pada tahap penyerapan 
aspirasi dari berbagai pihak yang berkepentingan 
guna penerapan standar akuntansi bagi usaha 
mikro, kecil dan menengah, maka pada satu sisi 
Indonesia dapat menerima dan mengadopsi 
standar akuntansi yang berlaku secara 
internasional sehingga akan meningkatkan daya 
banding laporan keuangan perusahaan-perusahaan 
yang beroperasi di Indonesia. Sementara di sisi 
yang lain Indonesia masih dapat memberikan 
ruang gerak bagi penerapan standar yang bersifat 
nasional bagi perusahaan-perusahaan yang secara 
teknis belum dapat menyesuaikan dengan standar 
akuntansi yang berlaku secara internasional.
PENUTUP
Meskipun upaya-upayatelah dilakukan 
terhadap usaha mengharmonikan akuntansi 
internasional, keberagaman praktek akuntansi di 
masa mendatang masih akan tetap terjadi. Hal ini 
mengingat bahwa keberadaan akuntansi sangat 
dipengaruhi oleh lingkungan di mana akuntansi 
berada, dan tiap tiap negara akan tetap mengalami Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 83
perbedaan meskipun terdapat kecenderungan 
menuju keseragaman.
Bahwa ke depan praktek akuntansi semakin 
seragam di berbagai negara belahan dunia ini tentu 
saja akan dapat menigkatkan kualitas akuntansi 
internasional khususnya menyangkut daya 
banding. Semakin seragam praktek akuntansi 
berarti kinerja antar perusahaan di berbagai negara 
akan dengan mudah diperbandingkan melalui 
laporan keuangan yang mereka buat.
Untuk lebih dapat mengharmoniskan akuntansi 
internasional maka perlu dibangun komunikasi 
dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan 
terhadap akuntansi dari berbagai negara, sehingga 
dapat mengurangi perbedaan-perbedaan dalam 
membangun standar maupun praktek akuntansi di 
masing-masing negara.
DAFTAR PUSTAKA
Frederick D.S. Choi dan Gary K. Meek, 
Penterjemah Edaward Tanujaya, 2005, 
Akuntansi Internasional, Salemba Empat, 
Jakarta.
Sidney J. Gray, Stephen B. Salter, Lee H. 
Radebaugh., 2001, Global Accounting and 
Control : A Managerial Emphasis, John Wiley 
& Sons, Inc
www.iaiglobal.org
www.fasb.org
www.iasplus.com84 Maryono Kajian Akuntansi
84
Tabel 1. Daftar Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
NO. JUDUL STANDAR
1. Penyajian Laporan Keuangan ( Revisi 1998 )
2. Laporan Arus Kas ( Reformat 2007 )
3. Laporan Keuangan Interim ( Reformat 2007 )
4. Laporan Keuangan Konsolidasi ( Reformat 2007 )
5. Pelaporan Segmen ( Revisi 2000 )
6.
7. Hubungan Pihak-pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa ( Reformat 2007 )
8. Peristiwa Setelah Tanggal Neraca ( Revisi 2003 )
9. Panyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek
10. Transaksi Dalam Mata Uang Asing ( Reformat 2007 )
11. Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing ( Reformat 2007 )
12. Pelaporan Keuangan Mengenai Bagian Partisipasi Dalam Pengendalian Bersama 
Operasi dan Aset
13. Properti Investasi ( Revisi 2007 )
14. Persediaan ( Reformat 2007 )
15. Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi ( Reformat 2007 )
16. Aset Tetap ( Revisi 2007 )
17. Akuntansi Penyusutan
18. Akuntansi Dana Pensiun
19. Aset Tidak Berwujud ( Revisi 2000 )
20. Biaya Riset dan Pengembangan
21. Akuntansi Ekuitas
22. Akuntansi Penggabungan Usaha ( Reformat 2007 )
23. Pendapatan ( Reformat 2007 )
24. Imbalan Kerja ( Revisi 2004 )
25. Laba atau Rugi Bersih Untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan 
Perubahan Kebijakan Akuntansi ( Reformat 2007 )
26. Biaya Pinjaman ( Revisi 1997 ) ( Reformat 2007 )
27. Akuntansi Perkoperasian ( Revisi 1998 ) ( Reformat 2007 )
28. Akuntansi Asuransi Kerugian ( Revisi 1996 )
29. Akuntansi Minyak dan Gas Bumi
30. Sewa ( Revisi 2007 )
31. Akuntansi Perbankan ( Revisi 2000 )
32. Akuntansi Kehutanan
33. Akuntansi Pertambangan Umum
34. Akuntansi Kontrak Kontruksi
35. Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi
36. Akuntansi Asuransi Jiwa
37. Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol ( Reformat 2007 )
38. Akuntansi Restrukturisasi Ekuitas Sepengendali ( Reformat 2004 )
39. Akuntansi Kerjasama Operasi ( Reformat 2007 )
40. Akuntansi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan / Perusahaan Asosiasi
41. Akuntansi Waran ( Reformat 2007 )
42. Akuntansi Perusahaan Efek ( Reformat 2007 )
43. Akuntansi Anjak Piutang ( Reformat 2007 )
44. Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat ( Reformat 2007 )Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 85
45. Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba ( Reformat 2007 )
46. Akuntansi Pajak Penghasilan ( Reformat 2007 )
47. Akuntansi Tanah
48. Penurunan Nilai Aset
49. Akuntansi Reksa Dana
50. Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan ( Revisi 2006 )
51. Akuntansi Kuasi-Reorganisasi ( Revisi 2003 )
52. Mata Uang Pelaporan
53. Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham
54. Akuntansi Restrukturisasi Utang-Piutang Bermasalah
55. Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran ( Revisi 2006 )
56. Laba Per Saham ( LPS )
57. Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, Aset Kontijensi
58. Operasi Dalam Penghentian
59. Akuntansi Perbankan Syariah
Sumber : www.iaiglobal.org86 Maryono Kajian Akuntansi
86
Tabel 2. Standar Akuntansi Keuangan Amerika Serikat ( FASB )
NO. JUDUL STANDAR
1. Disclosure of Foreign Currency Translation Information
2. Accounting for Research and Development Costs
3. Reporting Accounting Changes in Interim Financial Statements—an amendment of APB Opinion 
No. 28
4. Reporting Gains and Losses from Extinguishment of Debt—an amendment of APB Opinion No. 
30
5. Accounting for Contingencies
6. Classification of Short-Term Obligations Expected to Be Refinanced—an amendment of ARB No. 
43, Chapter 3A
7. Accounting and Reporting by Development Stage Enterprises
8. Accounting for the Translation of Foreign Currency Transactions and Foreign Currency 
Financial Statements
9. Accounting for Income Taxes: Oil and Gas Producing Companies—an amendment of APB 
Opinions No. 11 and 23
10. Extension of "Grandfather" Provisions for Business Combinations—an amendment of APB 
Opinion No. 16
11. Accounting for Contingencies: Transition Method—an amendment of FASB Statement No. 5
12. Accounting for Certain Marketable Securities
13. Accounting for Leases
14. Financial Reporting for Segments of a Business Enterprise
15. Accounting by Debtors and Creditors for Troubled Debt Restructurings
16. Prior Period Adjustments
17. Accounting for Leases: Initial Direct Costs—an amendment of FASB Statement No. 13
18. Financial Reporting for Segments of a Business Enterprise: Interim Financial Statements—an 
amendment of FASB Statement No. 14
19. Financial Accounting and Reporting by Oil and Gas Producing Companies
20. Accounting for Forward Exchange Contracts—an amendment of FASB Statement No. 8
21. Suspension of the Reporting of Earnings per Share and Segment Information by Nonpublic 
Enterprises—an amendment of APB Opinion No. 15 and FASB Statement No. 14
22. Changes in the Provisions of Lease Agreements Resulting from Refundings of Tax-Exempt Debt—
an amendment of FASB Statement No. 13
23. Inception of the Lease—an amendment of FASB Statement
No. 13
24. Reporting Segment Information in Financial Statements That Are Presented in Another 
Enterprise's Financial Report—an amendment of FASB Statement No. 14
25. Suspension of Certain Accounting Requirements for Oil and Gas Producing Companies—an 
amendment of FASB Statement 
No. 19
26. Profit Recognition on Sales-Type Leases of Real Estate—an amendment of FASB Statement No. 
13
27. Classification of Renewals or Extensions of Existing Sales-Type or Direct Financing Leases—an 
amendment of FASB Statement No. 13
28. Accounting for Sales with Leasebacks—an amendment of FASB Statement No. 13
29. Determining Contingent Rentals—an amendment of FASB Statement No. 13
30. Disclosure of Information about Major Customers—an amendment of FASB Statement No. 14
31. Accounting for Tax Benefits Related to U.K. Tax Legislation Concerning Stock Relief
32. Specialized Accounting and Reporting Principles and Practices in AICPA Statements of Position 
and Guides on Accounting and Auditing Matters—an amendment of APB Opinion No. 20
33. Financial Reporting and Changing Prices
34. Capitalization of Interest Cost
35. Accounting and Reporting by Defined Benefit Pension PlansVol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 87
36. Disclosure of Pension Information—an amendment of APB Opinion No. 8
37. Balance Sheet Classification of Deferred Income Taxes—an amendment of APB Opinion No. 11
38. Accounting for Preacquisition Contingencies of Purchased Enterprises—an amendment of APB 
Opinion No. 16
39. Financial Reporting and Changing Prices: Specialized Assets-Mining and Oil and Gas—a 
supplement to FASB Statement No. 33
40. Financial Reporting and Changing Prices: Specialized Assets-Timberlands and Growing 
Timber—a supplement to FASB Statement No. 33
41. Financial Reporting and Changing Prices: Specialized Assets-Income-Producing Real Estate—a 
supplement to FASB Statement No. 33
42. Determining Materiality for Capitalization of Interest Cost—an amendment of FASB Statement 
No. 34
43. Accounting for Compensated Absences
44. Accounting for Intangible Assets of Motor Carriers—an amendment of Chapter 5 of ARB No. 43 
and an interpretation of APB Opinions 17 and 30
45. Accounting for Franchise Fee Revenue
46. Financial Reporting and Changing Prices: Motion Picture Films
47. Disclosure of Long-Term Obligations
48. Revenue Recognition When Right of Return Exists
49. Accounting for Product Financing Arrangements
50. Financial Reporting in the Record and Music Industry
51. Financial Reporting by Cable Television Companies
52. Foreign Currency Translation
53. Financial Reporting by Producers and Distributors of Motion Picture Films
54. Financial Reporting and Changing Prices: Investment Companies—an amendment of FASB 
Statement No. 33
55. Determining whether a Convertible Security is a Common Stock Equivalent—an amendment of 
APB Opinion No. 15
56. Designation of AICPA Guide and Statement of Position (SOP) 81-1 on Contractor Accounting 
and SOP 81-2 concerning Hospital-Related Organizations as Preferable for Purposes of Applying 
APB Opinion 20—an amendment of FASB Statement No. 32
57. Related Party Disclosures
58. Capitalization of Interest Cost in Financial Statements That Include Investments Accounted for by 
the Equity Method—an amendment of FASB Statement No. 34
59. Deferral of the Effective Date of Certain Accounting Requirements for Pension Plans of State and 
Local Governmental Units—an amendment of FASB Statement No. 35
60. Accounting and Reporting by Insurance Enterprises
61. Accounting for Title Plant
62. Capitalization of Interest Cost in Situations Involving Certain Tax-Exempt Borrowings and 
Certain Gifts and Grants—an amendment of FASB Statement No. 34
63. Financial Reporting by Broadcasters
64. Extinguishments of Debt Made to Satisfy Sinking-Fund Requirements—an amendment of FASB 
Statement No. 4
65. Accounting for Certain Mortgage Banking Activities
66. Accounting for Sales of Real Estate
67. Accounting for Costs and Initial Rental Operations of Real Estate Projects
68. Research and Development Arrangements
69. Disclosures about Oil and Gas Producing Activities—an amendment of FASB Statements 19, 25, 
33, and 39
70. Financial Reporting and Changing Prices: Foreign Currency Translation—an amendment of 
FASB Statement No. 33
71. Accounting for the Effects of Certain Types of Regulation
72. Accounting for Certain Acquisitions of Banking or Thrift Institutions—an amendment of APB 
Opinion No. 17, an interpretation of APB Opinions 16 and 17, and an amendment of FASB 88 Maryono Kajian Akuntansi
88
Interpretation No. 9
73. Reporting a Change in Accounting for Railroad Track Structures—an amendment of APB 
Opinion No. 20
74. Accounting for Special Termination Benefits Paid to Employees
75. Deferral of the Effective Date of Certain Accounting Requirements for Pension Plans of State and 
Local Governmental Units—an amendment of FASB Statement No. 35
76. Extinguishment of Debt-an amendment of APB Opinion No. 26
77. Reporting by Transferors for Transfers of Receivables with Recourse
78. Classification of Obligations That Are Callable by the Creditor—an amendment of ARB No. 43, 
Chapter 3A
79. Elimination of Certain Disclosures for Business Combinations by Nonpublic Enterprises—an 
amendment of APB Opinion 
No. 16
80. Accounting for Futures Contracts
81. Disclosure of Postretirement Health Care and Life Insurance Benefits
82. Financial Reporting and Changing Prices: Elimination of Certain Disclosures—an amendment of 
FASB Statement No. 33
83. Designation of AICPA Guides and Statement of Position on Accounting by Brokers and Dealers 
in Securities, by Employee Benefit Plans, and by Banks as Preferable for Purposes of Applying 
APB Opinion 20—an amendment FASB Statement No. 32 and APB Opinion No. 30 and a 
rescission of FASB Interpretation No. 10
84. Induced Conversions of Convertible Debt—an amendment of APB Opinion No. 26
85. Yield Test for Determining whether a Convertible Security is a Common Stock Equivalent—an 
amendment of APB Opinion 
No. 15
86. Accounting for the Costs of Computer Software to Be Sold, Leased, or Otherwise Marketed
87. Employers' Accounting for Pensions
88. Employers' Accounting for Settlements and Curtailments of Defined Benefit Pension Plans and 
for Termination Benefits
89. Financial Reporting and Changing Prices
90. Regulated Enterprises-Accounting for Abandonments and Disallowances of Plant Costs—an 
amendment of FASB Statement No. 71
91. Accounting for Nonrefundable Fees and Costs Associated with Originating or Acquiring Loans 
and Initial Direct Costs of Leases—an amendment of FASB Statements No. 13, 60, and 65 and a 
rescission of FASB Statement No. 17
92. Regulated Enterprises-Accounting for Phase-in Plans—an amendment of FASB Statement No. 71
93. Recognition of Depreciation by Not-for-Profit Organizations
94. Consolidation of All Majority-owned Subsidiaries—an amendment of ARB No. 51, with related 
amendments of APB Opinion No. 18 and ARB No. 43, Chapter 12
95. Statement of Cash Flows
96. Accounting for Income Taxes
97. Accounting and Reporting by Insurance Enterprises for Certain Long-Duration Contracts and for 
Realized Gains and Losses from the Sale of Investments
98. Accounting for Leases: Sale-Leaseback Transactions Involving Real Estate, Sales-Type Leases of 
Real Estate, Definition of the Lease Term, and Initial Direct Costs of Direct Financing Leases—
an amendment of FASB Statements No. 13, 66, and 91 and a rescission of FASB Statement No. 26 
and Technical Bulletin No. 79-11
99. Deferral of the Effective Date of Recognition of Depreciation by Not-for-Profit Organizations—
an amendment of FASB Statement No. 93
100. Accounting for Income Taxes-Deferral of the Effective Date of FASB Statement No. 96—an 
amendment of FASB Statement 
No. 96
101. Regulated Enterprises-Accounting for the Discontinuation of Application of FASB Statement No. 
71
102. Statement of Cash Flows-Exemption of Certain Enterprises and Classification of Cash Flows 
from Certain Securities Acquired for Resale—an amendment of FASB Statement No. 95Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 89
103. Accounting for Income Taxes-Deferral of the Effective Date of FASB Statement No. 96—an 
amendment of FASB Statement 
No. 96
104. Statement of Cash Flows-Net Reporting of Certain Cash Receipts and Cash Payments and 
Classification of Cash Flows from Hedging Transactions—an amendment of FASB Statement 
No. 95
105. Disclosure of Information about Financial Instruments with Off-Balance-Sheet Risk and 
Financial Instruments with Concentrations of Credit Risk
106. Employers' Accounting for Postretirement Benefits Other Than Pensions
107. Disclosures about Fair Value of Financial Instruments
108. Accounting for Income Taxes-Deferral of the Effective Date of FASB Statement No. 96—an 
amendment of FASB Statement
109. Accounting for Income Taxes
110. Reporting by Defined Benefit Pension Plans of Investment Contracts—an amendment of FASB 
Statement No. 35
111. Rescission of FASB Statement No. 32 and Technical Corrections
112. Employers' Accounting for Postemployment Benefits—an amendment of FASB Statements No. 5 
and 43
113. Accounting and Reporting for Reinsurance of Short-Duration and Long-Duration Contracts
114. Accounting by Creditors for Impairment of a Loan—an amendment of FASB Statements No. 5 and 
15
115. Accounting for Certain Investments in Debt and Equity Securities
116. Accounting for Contributions Received and Contributions Made
117. Financial Statements of Not-for-Profit Organizations
118. Accounting by Creditors for Impairment of a Loan-Income Recognition and Disclosures—an 
amendment of FASB Statement No. 114
119. Disclosure about Derivative Financial Instruments and Fair Value of Financial Instruments
120. Accounting and Reporting by Mutual Life Insurance Enterprises and by Insurance Enterprises for 
Certain Long-Duration Participating Contracts—an amendment of FASB Statements 60, 97, and 
113 and Interpretation No. 40
121. Accounting for the Impairment of Long-Lived Assets and for Long-Lived Assets to Be Disposed Of
122. Accounting for Mortgage Servicing Rights—an amendment of FASB Statement No. 65
123. Share-Based Payment
124. Accounting for Certain Investments Held by Not-for-Profit Organizations
125. Accounting for Transfers and Servicing of Financial Assets and Extinguishments of Liabilities
126. Exemption from Certain Required Disclosures about Financial Instruments for Certain Nonpublic 
Entities—an amendment to FASB Statement No. 107
127. Deferral of the Effective Date of Certain Provisions of FASB Statement No. 125—an amendment 
to FASB Statement No. 125
128. Earnings per Share
129. Disclosure of Information about Capital Structure
130. Reporting Comprehensive Income
131. Disclosures about Segments of an Enterprise and Related Information
132. Employers' Disclosures about Pensions and Other Postretirement Benefits—an amendment of 
FASB Statements No. 87, 88, and 106
133. Accounting for Derivative Instruments and Hedging Activities
134. Accounting for Mortgage-Backed Securities Retained after the Securitization of Mortgage Loans 
Held for Sale by a Mortgage Banking Enterprise—an amendment of FASB Statement No. 65
135. Rescission of FASB Statement No. 75 and Technical Corrections
136. Transfers of Assets to a Not-for-Profit Organization or Charitable Trust That Raises or Holds 
Contributions for Others
137. Accounting for Derivative Instruments and Hedging Activities—Deferral of the Effective Date of 
FASB Statement No. 133—an amendment of FASB Statement No. 133
138. Accounting for Certain Derivative Instruments and Certain Hedging Activities-an amendment of 
FASB Statement No. 13390 Maryono Kajian Akuntansi
90
139. Rescission of FASB Statement No. 53 and amendments to FASB Statements No. 63, 89, and 121
140. Accounting for Transfers and Servicing of Financial Assets and Extinguishments of Liabilities-a 
replacement of FASB Statement No. 125
141. Business Combinations
142. Goodwill and Other Intangible Assets
143. Accounting for Asset Retirement Obligations
144. Accounting for the Impairment or Disposal of Long-Lived Assets
145. Rescission of FASB Statements No. 4, 44, and 64, Amendment of FASB Statement No. 13, and 
Technical Corrections
146. Accounting for Costs Associated with Exit or Disposal Activities
147. Acquisitions of Certain Financial Institutions—an amendment of FASB Statements No. 72 and 
144 and FASB Interpretation No. 9
148. Accounting for Stock-Based Compensation—Transition and Disclosure—an amendment of FASB 
Statement No. 123
149. Amendment of Statement 133 on Derivative Instruments and Hedging Activities
150. Accounting for Certain Financial Instruments with Characteristics of both Liabilities and Equity
151. Inventory Costs—an amendment of ARB No. 43, Chapter 4
152. Accounting for Real Estate Time-Sharing Transactions—an amendment of FASB Statements No. 
66 and 67
153. Exchanges of Nonmonetary Assets—an amendment of APB Opinion No. 29
154. Accounting Changes and Error Corrections—a replacement of APB Opinion No. 20 and FASB 
Statement No. 3
155. Accounting for Certain Hybrid Financial Instruments—an amendment of FASB Statements No. 
133 and 140
156. Accounting for Servicing of Financial Assets—an amendment of FASB Statement No. 140
157. Fair Value Measurements
158. Employers' Accounting for Defined Benefit Pension and Other Postretirement Plans—an 
amendment of FASB Statements No. 87, 88, 106, and 132(R)
159. The Fair Value Option for Financial Assets and Financial Liabilities—Including an amendment 
of FASB Statement No. 115
160. Noncontrolling Interests in Consolidated Financial Statements—an amendment of ARB No. 51
161. Disclosures about Derivative Instruments and Hedging Activities—an amendment of FASB 
Statement No. 133
162. The Hierarchy of Generally Accepted Accounting Principles
163. Accounting for Financial Guarantee Insurance Contracts—an interpretation of FASB Statement 
No. 60
164. Not-for-Profit Entities: Mergers and Acquisitions—Including an amendment of FASB Statement 
No. 142
165. Subsequent Events
166, Accounting for Transfers of Financial Assets—an amendment of FASB Statement No. 140
167. Amendments to FASB Interpretation No. 46(R)
168. The FASB Accounting Standards CodificationTM and the Hierarchy of Generally Accepted 
Accounting Principles—a replacement of FASB Statement No. 162
Sumber : www.fasb.orgVol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 91
Tabel 3. Standar Akuntansi Internasional IAS / IFRS
NO. JUDUL STANDAR
1. Presentation of Financial Statements
2. Inventories
3. Consolidated Financial Statements – Originally issued 1976, effective 1 Jan 1977. Superseded in 1989 by 
IAS 27 and IAS 28
4. Depreciation Accounting – Withdrawn in 1999, replaced by IAS 16, 22, and 38, all of which were issued or 
revised in 1998.
5. Information to Be Disclosed in Financial Statements – Originally issued October 1976, effective 1 January 
1997. Superseded by IAS 1 in 1997
6. Accounting Responses to Changing Prices – Superseded by IAS 15, which was withdrawn December 2003
7. Statement of Cash Flows
8. Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors
9. Accounting for Research and Development Activities – Superseded by IAS 38 effective 1.7.99
10. Events After the Reporting Period
11. Construction Contracts
12. Income Taxes
13. Presentation of Current Assets and Current Liabilities – Superseded by IAS 1
14. Segment Reporting
15. Information Reflecting the Effects of Changing Prices – Withdrawn December 2003
16. Property, Plant and Equipment
17. Leases
18. Revenue
19. Employee Benefits
20. Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
21. The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates
22. Business Combinations – Superseded by IFRS 3 effective 31 March 2004
23. Borrowing Costs
24. Related Party Disclosures
25. Accounting for Investments – Superseded by IAS 39 and IAS 40 effective 2001
26. Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans
27. Consolidated and Separate Financial Statements
28. Investments in Associates
29. Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
30. Disclosures in the Financial Statements of Banks and Similar Financial Institutions – Superseded by IFRS 7
effective 2007
31. Interests In Joint Ventures
32. Financial Instruments: Presentation – Disclosure provisions superseded by IFRS 7 effective 2007
33. Earnings Per Share
34. Interim Financial Reporting
35. Discontinuing Operations – Superseded by IFRS 5 effective 2005
36. Impairment of Assets
37. Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
38. Intangible Assets
39. Financial Instruments: Recognition and Measurement
40. Investment Property
41. Agriculture
Sumber : www.iasplus.com

Rabu, 08 Mei 2013

Materi Bab 6, 7 dan 8

Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga


DEFINISI PERUBAHAN HARGA
Suatu Perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Unit-unit moneter memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian daya beli. Kenaikan harga secara keseluruhan disebut sebagai inflasi (inflation), sedangkan penurunan harga disebut sebagai deflasi (deflation).
Disisi lain, Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan dalam harga barang atau jasa tertentu yang disebabkan oleh perubahan dalam permintaan dan penawaran. Jadi laju inflasi per tahun dalam suatu negara mungkin berkisar sekitar 5%, sementara harga satu unit apartemen dengan satu kamar tidur mungkin meningkat sebesar 50% selama periode yang sama.
MENGAPA LAPORAN KEUANGAN MEMILIKI POTENSI UNTUK MENYESATKAN SELAMA PERIODE PERUBAHAN HARGA?
Selama periode inflasi, nilai aktiva yang dicatat sebesar biaya akuisisi awalnya jarang mencerminkan nilai terkininya (yang lebih tinggi). Nilai aktiva yang lebih rendah menghasilkan beban yang dinilai lebih rendah dan laba dinilai lebih tinggi. Ketidakakuratan pengukuran ini mendistorsi : (1) proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu historis, (2) anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja, dan (3) data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh inflasi yang tidak dapat dikendalikan. Laba yang dinilai lebih pada gilirannya akan menyebabkan :
  1. Kenaikan dalam proporsi pajak
  2. Permintaan deviden lebih banyak dari pemegang saham.
  3. Permintaan gaji dan upah yang lebih tinggi dari pada pekerja.
  4. Tindakan yang merugikan dari negara tuan rumah (pengenaan pajak lebih besar).
JENIS PENYESUAIAN INFLASI
Setiap jenis perubahan harga memiliki pengaruh yang berbeda terhadap ukuran-ukuran posisi keuangan dan kinerja operasi suatu perusahaan.
PENYESUAIAN TINGKAT HARGA UMUM
Jumlah mata uang yang disesuaikan terhadap perubahan tingkat harga umum (daya beli) disebut mata uang konsatan biaya historis atau ekuivalen daya beli umum. Sebagai contoh, selama periode kenaikan harga, aktiva berumur panjang yang dilaporkan didalam neraca sebesar biaya akuisisi awalnya dinyatakan dalam mata uang nominal. Apabila biaya historisnya tersebut dialokasikan terhadap laba periode kini (dalam bentuk beban depresiasi), pendapatan, yang mencerminkan daya beli kini, ditandingkan dengan biaya yang mencerminkan daya beli (yang lebih tinggi) dari periode terdahulu saat aktiva tersebut dibeli. Oleh sebab itu, jumlah nominal harus disesuaikan untuk perubahan dalam daya beli umum uang agar dapat ditandingkan secara tepat dengan transaksi kini.
PENYESUAIAN BIAYA KINI
Model biaya kini berbeda dengan akuntansi yang konvesional dalam dua aspek utama. Pertama, aktiva tetap dinilai berdasarkan biaya kini dan bukan biaya historis. Kedua, laba adalah jumlah sumber daya yang dapat didistribusikan oleh perusahaan dalam suatu periode (tanpa memperhitungkan komponen pajak), namun tetap dapat mempertahankan kapasitas produktif atau modal fisik perusahaan.
SUDUT PANDANG INTERNASIONAL TERHADAP AKUNTANSI INFLASI
AMERIKA SERIKAT
Pada tahun 1979, FSAB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (statement of financial accounting standards-SFAS) No. 33. Berjudul “pelaporan keuangan dan perubahan harga”, pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang memiliki persediaan dan aktiva tetap. Banyak pengguna dan penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan SFAS No.33 mengemukakan bahwa :
  1. Pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh FASB membingungkan.
  2. Biaya untuk penyusunan pengungkapan ganda ini terlalu besar.
  3. Pengungkapan daya beli konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan data biaya kini.
INGGRIS
Komite Standar Akuntansi Inggris (Accounting Standard Commitee-ASC) menerbitkan Pernyataan Standard Praktik Akuntansi 16 (Statement Of Standard Accounting Practice-SSAP 16). Perbedaan SSAP 16 dengan SFAS 33 yaitu :
  1. Apabila standar AS mengharuskan akuntansi dolar konstan dan biaya kini, SSAP 16 mengadopsi hanya metode biaya kini untuk pelaporan eksternal.
  2. Apabila penyesuaian inflasi AS berpusat pad laporan laba rugi, laporan biaya kini di Inggris mewajibkan baik laporan laba rugi dan neraca biaya kini, beserta pencatatan penjelasan. Standar di Inggris memperbolehkan tiga pilihan pelaporan :
    1. Menyajikan akun-akun biaya kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya historis.
    2. Menyajikan akun-akun biaya historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya kini.
    3. Menyediakan akun-akun biaya kini sebagai satu-satunya akun yang dilengkapi dengan informasi biaya historis yang memadai.
Badan Standar Akuntansi Internasional
IASB telah menyimpulkan bahwa laporan posisi keuangan dan kinerja operasi dalam mata uang lokal menjadi tidak berarti lagi dalam suatu lingkungan yang mengalami hiperinflasi. Secara khusus laporan keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata uang perekonomian hiperinflasi, apakah didasarkan pada kerangka penilaian biaya historis atau biaya kini, harus disajikan ulang sesuai dengan daya beli konstan pada tanggal neraca. Aturan ini juga berlaku untuk angka terkait dalam periode sebelumnya. Keuntungan atau kerugian daya beli yang terkait dengan posisi kewajiban atau aktiva moneter bersih dimasukan kedalam laba kini. Perusahaan yang melakukan pelaporan juga harus mengungkapkan :
  1. Fakta bahwa penyajian ulang untuk perubahan dalam daya beli unit pengukuran telah dilakukan
  2. Kerangka dasar penilaian aktiva yang digunakan dalam laporan keuangan utama yaitu penilaian biaya historis atau biaya kini.
  3. Identitas dan tingkat indeks harga pada tanggal neraca, beserta dengan perubahannya selama periode pelaporan
  4. Keuntungan atau kerugian moneter bersih selama periode tersebut
ISU-ISU MENGENAI INFLASI
Terdapat 4 isu akuntansi inflasi diantaranya :
  1. Apakah dolar konstan atau biaya kini yang lebih baik mengukur pengaruh inflasi.
  2. Perlakuan akuntansi terhadap keuntungan dan kerugian inflasi.
  3. Akuntansi inflasi luar negeri.
  4. Menghindari fenomena kejatuhan ganda.
Sumber : Choi, Frederick D. S. dan Gary K. Meek. International Accounting. Buku 1 Edisi 6. 2010: Salemba Empat.

HARMONISASI AKUNTANSI INTERNASIONAL

HARMONISASI AKUNTANSI INTERNASIONAL
Harmonisasi merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik-praktik tersebut dapat beragam. Harmonisasi akuntansi mencakup harmonisasi :
1. Standar akuntansi (yang berkaitan dengan pengukuran dan pengungkapan)
2. Pengungkapan yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan public terkait dengan penawaran surat berharga dan pencatatan pada bursa efek
3.Standar audit Survei Harmonisasi Internasional

Keuntungn Harmonisasi Internasional :
1. Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi modal.
2. Investor dapat membuat keputusan investasi yang lebih baik; portofolio akan lebih beragam dan risiko keuangan berkurang.
3. Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan strategi dalam bidang merger dan akuisisi.
4. Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard pat disebarkan dalam mengembangkan standar global yang berkualitas tertinggi.

Kritik atas Standar Internasional
Beberapa pihak mengatakn bahwa penentusn standar akuntansi internasional merupakan solusi yang terlalu sederhana atas masalah yang rumit. Lebih jauh lagi, ditakutkan bahwa adopsi standar internasional akan menimbulkan “standar yang berlebihan”. Perusahaan harus merespon terhadap susunan tekanan nasional, politik, social, dan ekonomi yang semakin meningat dan semakin dibuat untuk memenuhi ketentuan internasional tambahan yang rumit dan berbiaya besar.
Rekonsiliasi dan Pengakuan Bersama Dua pendekatan yang diajukan sebagai solusi yang mungkin digunakan untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan isi laporan keuangan lintas batas :

1. Rekonsiliasi
Melalui rekonsiliasi, perusahaan asing dapat menyusun laporan keuangan dengan menggunakan standar akuntansi negara asal, tetapi harus menyediakan rekonsiliasi antara ukuran-ukuran akuntansi yang penting (seperti laba bersih dan ekuitas pemegang saham) di negara asal dan di negara dimana laporan keuangan dilaporkan.
2. Pengakuan bersama (yang juga disebut sebagai “imbal balik” / resiprositas)
Pengakuan bersama terjadi apabila pihak regulator di luar negara asal menerima laporan keuangan perusahaan asing yang didasarkan pada prinsip-prinsip negara asal.

Penerapan Standar Internasional
Standar akuntansi internasional digunakan sebagai hasil dari :
1. Perjanjian internasional atau politis
2. Kepatuhan secara sukarela (atau yang didorong secara professional)
3. Keputusan oleh badan pembuat standar akuntansi internasional

Organisasi Internasional Utama yang Mendorong Harmonisasi Akuntansi
Enam organisasi telah menjadi pemain utama dalam penentuan standar akuntansi internasional dan dalam mempromosikan harmonisasi akuntansi internasional :
1. Badan Standar Akuntansi International (IASB)
2. Komisi Uni Eropa (EU)
3. Organisasi Internasional Komisi Pasar Modal (IOSCO)
4. Federasi Internasional Akuntan (IFAC)
5. Kelompok Kerja Ahli Antarpemerintah Perserikatan Bangsa-bangsa atas Standar Internasional Akuntansi dan Pelaporan (International Standars of Accounting and Reporting – ISAR), bagian dari Konferensi Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Perdagangan dan Pembangunan (United Nations Conference on Trade and Development –UNCTAD)
6. Kelompok Kerja dalam Standar Akuntansi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi _Kelompok Kerja OEDC)

Badan Standar Akuntansi Internasional
Badan Standar Akuntansi Internasional (IASB), dahulu AISC, didirikan tahun 1973 oleh organisasi akuntansi professional di Sembilan negara.
Tujuan IASB adalah :
1. Untuk mengembangkan dalam kepentingan umum, satu set standar akuntansi global yang berkualitas tinggi, dapat dipahami dan dapat diterapkan yang mewajibkan informasi yang berkualitas tinggi, transparan, dan dapat dibandingkan dalam laporan keuangan.
2. Untuk mendorong penggunaan dan penerapan standar-standar tersebut yang ketat
Untuk membawa konvergensi standar akuntansi nasional dan Standar Akuntansi Internasional dan Pelaporan Keuangan Internasional kea rah solusi berkualitas tinggi

Konvergensi IFRS
Dunia akuntansi saat ini masih disibukkan dengan adanya standar akuntansi yang baru yaitu Standar Akuntansi Keuangan Internasional IFRS.
Tentang tujuan penerapan IFRS adalah memastikan bahwa penyusunan laporan keungan interim perusahaan untuk periode-periode yang dimasukkan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung informasi berkualitas tinggi yang terdiri dari :
• Memastikan bahwa laporan keuangan internal perusahaan mmengandung infomasi berkualitas tinggi
• Tranparansi bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan
• Dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna
• Meningkatkan investasi
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh adanya suatu perubahan sistem IFRS sebagai standar global yatitu :
• Pasar modal menjadi global dan modal investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa hambatan berarti. Stadart pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi lokal
• Investor dapat membuat keputusan yang lebih baik
• Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi
• Gagasan terbaik yang timbul dari aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard global yang berkualitas tertinggi.
Demikian peran regulator dalam mensosialisasikan betapa besar tujuan dan manfaat yang diperoleh menuju ke IFRS . "Perusahaan juga akan menikmati biaya modal yang lebih rendah, konsolidasi yang lebih mudah, dan sistem teknologi informasi yang terpadu," kata Patrick Finnegan, anggota Dewan Standar Akuntansi International (International Accounting Standards Board/IASB), dalam Seminar Nasional IFRS di Jakarta.

Perlunya Harmonisasi Standar Akuntansi Indonesia
Indonesia perlu mengadopsi standar akuntansi international untuk memudahkan perusahaan asing yang akan menjual saham dinegara ini atau sebaliknya. Namun demikian untuk mengadopsi standar international itu bukan perkara mudah karena memerlukan pemahaman dan biaya sosialisasi yang mahal. Indonesia sudah melakukannya namun sifatnya baru harmonisasi dan selanjutnya akan dilakukan full adoption atas standar inetrnasional tersebut. Adopsi standar akuntansi international tersebut terutama untuk perusahaan publik. Hal ini dikarenakan perusahaan publik merupakan perusahaan yang melakukan transaksi bukan hanya nasional tetapi juga secara internasional. Jika terjadi jual beli saham di Indonesia atau sebaliknya, tidak akan lagi dipersoalkan perbedaan standar akuntansi yang dipergunakan dalam penyusunan laporan. Ada beberapa pilihan untuk melakukan adopsi, menggunakan IAS apa adanya, atau harmonisasi. Harmonisasi adalah kita yang menentukan mana saja yang harus diadopsi , sesuai dengan kebutuhan. Contohnya adalah PSAK no 24, itu mengadopsi sepenuhnya IAS nomor 19. Standar berhubungan dengan imbalan kerja atau employee benefit. Bapepam telah memberikan sinyal kepada semua perusahaan go public tentang kerugian apa yang akan kita hadapi bila kita tidak melakukan harmonisasi, Dalam pernyataannya Bapepam menjelaskan bahwa kerugian yang berkaitan dengan pasar modal yang masuk ke Indonesia, maupun perusahaan Indonesia yang listing di bursa efek di Negara lain. Perusahaan Asing akan kesulitan untuk menterjemahkan laporan keuangannya dulu sesuai standar nasional kita sebaliknya perusahaan Indonesia yang listing di Negara lain, juga cukup kesulitan untuk membadingkan laporan keuangan sesuai standar di Negara tersebut. Hal ini akan menghambat perekonomian dunia, dan aliran modal akan berkurang dan tidak mengglobal.

Tantangan dalam konfergensi
Dalam rangka menyongsong pemberlakuan Standar Akuntansi Keuangan yang sudah secara penuh menggunakan standar akuntansi internasional (Konvergensi IFRS) pada awal tahun 2012, Bapepam maupun lembaga keuangan lainnya memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah sosialisasi dini kepada publik mengenai dampak konvergensi IFRS terhadap laporan keuangan . Saat ini perusahaan Indonesia masih menerapkan standar laporan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Menghadapi pengalihan ke IFRS, terdapat beberapa tantangan mendasar yang perlu dicermati peran regulator terhadap perusahaan – perusahaan di Indonesia diantaranya perubahan peraturan, pengukuran nilai wajar, penetuan dampak yang akan terjadi. Sistem IT , konversi data historis, dan ketersediaan professional. Perubahan atas perlakuan transaksi akuntansi tentunya akan signifikan, sehingga akan terdapat amandemen regulasi tentang standar akuntansi. Namun yang perlu dicermati, amandemen sejatinya yang dikeluarkan oleh Bapepam, Bank Indonesia, Direktorat jenderal pajak dan juga IAPI. Peran Ditjen Pajak di bidang perpajakan mengalami perubahan standar akuntansi terkait dengan perhitungan penghasilan kena pajak perlu diatur oleh peraturan pelaksana Konvergensi IFRS akan mengakibatkan beberpa perubahan akuntansi dari Ditjen Pajak tentang keuntungan dan kerugian yang belum terealisasi dari instrument derivative akan dinilai berdasarkan IFRS . Kerangka perpajakan yang berbeda memungkinkan perlakuan yang berbeda pula. Hal yang paling utama akan berdampak pada persediaan, manajemen aset, pajak tangguhan, pelaporan keuangan, pengakuan pendapatan , pembelian dan lain-lain. Selain itu, konversi standar akuntansi Indonesia terhadap IFRS akan berdampak juga pada beberapa praktek akuntansi yang fundamental. Seperti konsep nilai wajar, pengungkapan keuangan aspek penyajian kembali laporan keuangan, penentuan mata uang keuangan, dan lainnya yang harus diketahui oleh semua organisasi maupun lembaga yang berperan dalam proses adopsi IFRS. Sebagaian besar aspek bisnis dapat terpengaruh oleh adopsi tersebut . Akibatnya, proses bisnis, sumber daya manusia, serta sistem operasi akan terpengaruh atau berpotensi terkena dampaknya sejalan dengan adopsi IFRS.

Kesiapan Adopsi IFRS
Indonesia saat ini belum mewajibkan bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia menggunakan IFRS melainkan masih mengacu kepada standar akuntansi keuangan lokal. Dewan Pengurus Nasional IAI bersama-sama dengan Dewan Konsultatif SAK dan Dewan SAK serta peran regulator yang terkait sepakat akan menerapkan standar akuntansi yang mendekati konvergensi penuh kepada IFRS pada tahun 2012. Dengan kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi (M&A), lintas negara. Tercatat sejumlah akuisisi lintasnegara telah terjadi di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris terhadap Sampoerna (Mei 2005), akuisisi Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga (Agustus 2005), ataupun UOB terhadap Buana (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan Thomas Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M&A lintasnegara bukanlah hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan dari mengadopsi IFRS.
Bagi pelaku bisnis pada umumnya, pertanyaan dan tantangan tradisionalnya: apakah implementasi IFRS membutuhkan biaya yang besar? Belum apa-apa, beberapa pihak sudah mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi dan teknologi informasi yang harus dipikul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang diharuskan. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah jelas, adopsi IFRS membutuhkan biaya, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya saing perusahaan Indonesia di masa depan. 


Analisis Laporan Keuangan Internasional 

Analisa laporan keuangan merupakan proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevalusi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang. Analisa laporan keuangan sebenarnya banyak sekali namun pada penelitian kali ini penulis menggunakan analisa rasio keuangan karena analisa ini lebih sering digunakan dan lebih sederhana.
Analisa rasio keuangan adalah perbandingan antara dua/kelompok data laporan keuangan dalam satu periode tertentu, data tersebut bisa antar data dari neraca dan data laporan laba rugi. Tujuannya adalah memberi gambaran kelemahan dan kemampuan finansial perusahaan dari tahun ketahun. Jenis-jenis analisa rasio keuangan adalah :
a. Rasio Likuiditas
Rasio ini berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Ada 3 (tiga) macam rasio likuiditas yang digunakan, yaitu :
1) Current Ratio
2) Acid Test Ratio
3) Cash Position Ratio
b. Rasio Solvabilitas
Rasio ini berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajiban-kewajibannya (hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang). Ada 4 (empat) rasio solvabilitas yang digunakan. yaitu :
1) Total Debt To Equity Ratio
2) Total Debt To Total Assets Ratio
3) Long Term Debt To Equity
4) Long Term Debt To Total Assets
c . Rasio Profitabilitas
Rasio ini berguna untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam suatu periode tertentu. Ada 4 (empat rasio profitabilitas yang digunakan, yaitu :
1) Return On Equity (ROE)
2) Return On Assets (ROA)
3) Net Profit Margin
4) Gross Profit Margin
Tujuan analisis keuangan adalah untuk mengevaluasi kinerja perusahaan pada masa kini dan masa lalu dan untuk menilai apakah kinerjanya dapat dipertahankan. Terdapat dua alat penting dalam melakukan analisis keuangan :
a. Analisis Rasio
Analisis ini mencakup perbandingan rasio antara suatu perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama, perbandingan rasio suatu perusahaan antar waktu atau dengan periode fiscal yang lain dan atau perbandingan rasio terhadap beberapa acuan yang baku.
b. Analisis Arus Kas
Analisis ini berfokus pada laporan arus kas, yang memberikan informasi mengenai arus kas masuk dan keluar perusahaan, yang diklasifikasikan menjadi aktifitas operasi, investasi dan pendanaan, serta pengungkapan mengenai aktivitas investasi dan pendanaan non kas secara periodic. Misalkan, apakah perusahaan telah menghasilkan arus kas yang positif dari operasinya.
1. Analisis Rasio
Ada dua masalah yang harus dibahas ketika melakukan analisis rasio dalam lingkungan internasional :
a. Apakah perbedaan lintas Negara dalam prinsip akuntansi menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam angka-angka laporan keuangan yang dilaporkan perusahaan dari Negara yang berbeda?
b. Seberapa jauh perbedaan dalam budaya serta kondisi persaingan dan ekonomi local memperngaruhi interpertasi ukuran akuntansi dan rasio keuangan, meskipun pengukuran akuntansi dari negeri yang berbeda disajikan ulang agar tercapai “ daya banding akuntansi”? Sejumlah bukti yang kuat menunjukkan adanya perberdaan besar antarnegara dalam profitabilitas, pengungkit, dan rasio serta jumlah laporan keuangan lainnya yang berasal dari factor akuntansi dan non akuntansi.
c. Seberapa besar perbedaan dalam pos-pos laporan keuangan disebabkan oleh perbedaan prinsip-prinsip akuntansi nasional ? Ratusan perusahaan non AS yang mencatatkan saham di Bursa-bursa efek AS melakukan pengungkapan rekonsiliasi berupa catatan kaki yang memberikan bukti terhadap pernyataan ini, setidaknya dalam konteks perbedaan antara nilai akuntansi berdasarkan GAAP AS dan berdasarkan GAAP non AS.
Suatu penelitian sebelumnya mengenai rekonsiliasi laporan keuangan oleh emiten asing yang disusun oleh SEC cukup informasi. Sekitar separuh dari 528 emiten non AS yang diteliti mengungkapkan perbedaan yang material antara laba yang dilaporkan laporan keuangannya mereka dengan laba bersih menurut GAAP AS. Lima jenis perbedaan laporan keuangan yang diungkapkan oleh sejumlah besar emiten adalah :
1. Depresiasi dan amortisasi
2. Biaya yang ditangguhkan
3. Pajak tangguhan
4. Pensiun
5. Transaksi mata uang asing
Penelitian ini menunjukan bahwa lebih dari 2/3 emiten yang mengungkapkan perbedaan laba yang material melaporkan bahwa laba menurut GAAP AS lebih rendah dibandingkan dengan laba menurut GAAP non AS. Hampir setengah dari antaranya melaporkan perbedaan laba lebih besar dari 25%. dua puluh lima dari 87 emiten yang melaporkan bahwa laba berdasarkan GAAP AS lebih besar daripada berdasarkan GAAP non AS melaporkan perbedaan lebih besar dari 25%. Hasil yang sam juga ditemukan untuk rekonsiliasi ekuitas pemegang saham. Secara keseluruhan, bukti dalam studi SEC ini menunjukan bahwa perbedaan laporan keuangan menurut GAAP AS dan GAAP non AS sangat material untuk kebanyakan perusahaan.
2. Analisis Arus Kas
Laporan arus kas yang sangat mendetal sangat diwajibkan menurut GAAP AS, GAAP Inggris, IFRS, dan standar akuntansi di sejumlah Negara yang jumlahnya semakin bertambah. Ukuran-ukuran yang berkaitan dengan arus kas sangat bermanfaat khusunya dalam analisis internasional karena tidak telalu dipengaruhi oleh perbedaan prinsip akuntansi, bila dibandingkan dengan ukuran-ukuran berbasis laba Apabila laporan arus kas tidak disajikan, sering kali ditemukan kesulitan untuk menghitung arus kas dari operasi dan ukuran arus kas lainya dengan menyelesaikan laba berbasis actual.
Mekanisme untuk Mengatasi
Untuk mengatasi perbedaan prinsip akuntansi lintas Negara, beberapa analis menyajikan ulang ukuran akuntansi asing menurut sekelompok prinsip yang diakui secara internasional atau sesuai dengan dasar lain yang lebih umum. Beberapa yang lain mengembangkan pemahaman yang lengkap atas praktik akuntansi di sekelompok Negara tertentu dan membatasinya analisis mereka terhadap perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Negara-negara tersebut.
Sumber :
Choi D.S. Frederick & Meek K. Gary. 2005. AKUNTANSI INTERNASIONAL, EDISI 5 BUKU 2. Jakarta : Salemba Empat.