Kajian Akuntansi, Pebruari 2010, Hal: 77 - 91 Vol. 2 No. 1
ISSN : 1979-4886
77
HARMONISASI AKUNTANSI INTERNASIONAL: DARI KEBERAGAMAN MENUJU
KESERAGAMAN
International Accounting Harmonization: From Diversity to Uniformity
Maryono
Program Studi Akuntansi Universitas Stikubank
Jl. Kendeng V Bendan Ngisor Semarang 50233
e-mail: maryono@unisbank.ac.id
ABSTRAK
Sebagai ilmu social, standar akuntansi dan praktik akuntansi akan tergantung dari pertumbuhan
ekonomi, sumber pendanaan, kelas pendidikan, pajak dan hukum, dll inflasi di mana akuntansi
sana. Dalam rangka meminimalkan perbedaan standar dan praktek di bidang akuntansi,
harmonisasi akuntansi internasional sebagai tonggak untuk konvergensi akuntansi.
Keywords: Harmonisasi, Convergenci, komparabilitas
ABSTRACT
As a social scienc, accounting standard and practice will be dependent of economic growth,
funding resources, educational grade, taxable and law, inflation etc. where accounting there. In
order to minimize defferenciation of standard and practice in accounting, international
accounting harmonization as a milestone to accounting convergency.
Keywords: Harmonization, Convergency, Comparability78 Maryono Kajian Akuntansi
78
PENDAHULUAN
Globalisasi yang ditandai dengan
beroperasinya perusahaan-perusahaan multinasional di berbagai negara telah berperan
menjembatani bertemunya praktek akuntansi yang
berbeda dari berbagai negara baik di atara negara
maju yang satu dengan dengan negara maju
lainnya, maupun perbedaan antara negara
berkembang yang satu dengan negara berkembang
lainnya, bahkan antara negara maju dengan negara
berkembang. Perbedaan yang demikian ini dapat
dimengerti mengingat ilmu akuntansi sebagai
bagian dari ilmu sosial akan sangat dipengaruhi
oleh lingkungan sosial di mana praktek akuntansi
tersebut berada. Akuntansi hanya akan bermanfaat
apabila sesuai dengan tuntutan masyarakat yang
menjadi bagian dari lingkungan akuntansi tersebut.
Adanya perbedaan praktek akuntansi yang
diakibatkan oleh adanya perbedaan standar
akuntansi dapat mengakibatkan daya banding
akuntansi menjadi berkurang atau bahkan hilang
sama sekali. Suatu laporan keuangan yang
merupakan hasil dari proses akuntansi pada suatu
perusahaan di suatu negara yang menunjukkan
adanya laba atau menggambarkan kinerja yang
baik, dapat saja akan menunjukkan perbedaan
yang sebaliknya apabila laporan keuangan tersebut
dibuat berdasarkan standar akuntansi di negara
yang memiliki standar berbeda dengan laporan
keuangan tersebut.
Kondisi yang demikian ini tentu saja
menimbulkan permasalahan yang serius
mengingat tujuan penyampaian laporan keuangan
oleh manajemen adalah untuk dapat difahami dan
dipercayai oleh seluruh pihak yang
berkepentingan. Namun dengan adanya kenyataan
bahwa di dunia ini terdapat berbagai standar
akuntansi yang berlaku di masing-masing negara
yang semuanya dapat menghasilkan laporan
keuangan yang beragam dapat mengurangi tingkat
kepercayaan pihak eksternal terhadap laporan
keuangan tersebut.
Tulisan ini bertujuan untuk
mengungkapkan faktor-faktor yang mendorong
perlunya harmonisasi terhadap akuntansi, contoh
berbandingan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku di Amerika Serikat dan Standar
Akuntansi Internasional yang dikeluarkan oleh
International Accounting Standard Board. Dalam
tulisan ini juga disajikan tentang perkembangan
harmonisasi akuntansi internasional serta hasilhasil yang telah dicapai sampai dengan saat ini.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG
PERLUNYA HARMONISASI TERHADAP
AKUNTANSI
Standar dan praktek akuntansi di setiap
negara merupakan hasil interaksi yang kompleks
di antara faktor ekonomi, sejarah, kelembagaan,
dan budaya. Secara terperinci Choi dan Meek
(2005) menyebutkan delapan faktor yang
mempengaruhi perkembangan akuntansi.
Mengingat bahwa di masing-masing negara ke
delapan faktor tersebut tentu saja tidak seragam,
maka kedelapan faktor tersebut juga dapat menjadi
pendorong perlunya harmonisasi akuntansi.
1. Sumber Pendanaan
Pergeseran atau perubahan sumber pendanaan
perusahaan akan berpengaruh terhadap perubahan
atau bertambahnya pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan. Perusahaan
dengan skala permodalan yang kecil dan hanya
menggunakan sumber pendanaan dari pemilik saja
berarti mereka tidak atau belum terikat terhadap
kreditur atau investor. Sedangkan perusahaan
dengan skala besar yang memerlukan pendanaan
dari eksternal baik dari kreditur maupun investor
berarti mereka telah terikat oleh kepentingan
kreditur maupun investor. Di negara-negara
dengan pasar ekuitas yang kuat seperti di Amerika
Serikat dan Inggris, akuntansi memiliki fokus atas
seberapa baik manajemen menjalankan perusahaan
dan dirancang untuk membantu investor
menganalisis arus kas masa depan dan tingkat
resiko terkait. Pengungkapan dilakukan sangat
lengkap untuk memenuhi ketentuan pemilikan
publik yang luas. Sebaliknya pada sistem berbasis
kredit di mana bank merupakan sumber utama
pendanaan, akuntansi memiliki fokus atas
perlindungan kreditur melalui pengukuran
akuntansi yang konservatif. Karena lembaga
keuangan memiliki akses langsung terhadap
informasi apa saja yang diinginkan, pengungkapan
publik yang luas dianggap tidak perlu. Contohnya
adalah Swiss dan Jepang.
2. Sistem HukumVol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 79
Dunia barat memiliki dua orientasi dasar yaitu
hukum kode (sipil) dan hukum umum (kasus).
Dalam negara-negara hukum kode, hukum
merupakan satu kelompok lengkap yang
mencakup ketentuan dan prosedur. Kodifikasi dan
prosedur akuntansi merupakan hal yang wajar dan
sesuai di sana. Dengan demikian di negara-negara
hukum kode, aturan akuntansi digabungkan dalam
hukum nasional dan cenderung sangat lengkap dan
mencakup banyak prosedur. Sebaliknya hukum
umum berkmbang atas dasar kasus per kasus tanpa
adanya usaha untuk mencakup seluruh kasus
dalam kode yang lengkap. Pada kebanyakan
negara hukum umum aturan akuntansi ditetapkan
oleh organisasi profesional sektor swasta. Hal ini
memungkinkan aturan akuntansi lebih adaptif dan
inovatif.
3. Perpajakan
Di kebanyakan negara, peraturan pajak secara
efektif menentukan standar akuntansi karena
perusahaan harus mencatat pendapatan dan beban
dalam akun mereka untuk mengklaimnya untuk
keperluan pajak. Contoh untuk kasus ini adalah di
Jerman dan Swedia. Di negara lain seperti di
Belanda, akuntansi keuangan dan pajak berbeda :
laba kena pajak pada dasarnya adalah laba
akuntansi keuangan yang disesuaikan terhadap
perbedaan-perbedaan dengan hukum pajak. Bila
terdapat perbedaan dalam akuntansi keuangan
dengan hukum pajak, maka perusahaan biasanya
harus menyesuaikan dengan hukum pajak. Contoh
di Indonesia tentang pencatatan persediaan yang
dalam ketentuan perpajakan hanya
memperbolhkan metode masuk pertama keluar
pertama ( fifo ) dan rata-rata.
4. Ikatan Politik dan Ekonomi
Penyebaran ide dan teknologi akuntansi sering
dilakukan melalui penaklukan, perdagangan, dan
kekuatan lain. Sistem pencatatan berpasangan
(double entry) yang berasal dari Itali pada tahun
1940an secara perlahan-lahan menyebar luas di
Eropa bersamaan dengan gagasan-gagasan
pembaharuan lainnya. Inggris dan Jerman
mengekspor akuntansi ke negara-negara yang
menjadi kekuasaannya. Amerika Serikat
memaksakan praktek akuntansi bergaya Amarika
kepada Jepang. Negara-negara berkembang
menggunakan sistem akuntansi yang
dikembangkan di tempat lain (contoh India),
sedangkan yang lainnya menggunakan sistem
akuntansi yang mereka pilih sendiri. Jadi dalam
pengembangan sistem akuntansi di suatu negara
sangat tergantung oleh ikatan politik atau ekonomi
pada negara lainya.
5. Inflasi
Inflasi menyebabkan distorsi terhadap
akuntansi biaya historis dan mempengaruhi
kecenderungan suatu negara untuk menerapkan
perubahan harga terhadap akun-akun perusahaan.
Laporan keuangan yang disampaikan manajemen
pada saat terjadi inflasi dapat menyesatkan pihakpihak yang berkepentingan. Hal ini dapat
disebabkan karena pencatatan biaya yang terlalu
rendah akibat penghitungan biaya penyusutan dari
aktiva tetap yang dicatat terlalu rendah nilainya.
Laba rugi yang dicatat perusahaan bisa jadi tidak
menggambarkan perubahan kepemilikan aktiva
yang semestinya karena laba rugi dalam nominal
tidak diikuti dengan penambahan atau
pengurangan kekayaan yang sepadan.
6. Tingkat Perkembangan Ekonomi
Perkembangan tingkat ekonomi suatu negara
akan mendorong inovasi-inovasi baik dalam
bertransaksi maupun timbulnya instrumeninstrumen daru dalam berinvestasi, sistem
pembayaran maupun hal lain yang dibutuhkan
dengan perkembangan ekonomi yang terjadi. Saat
ini banyak perekonomian yang berubah dari
industri ke perekonomian jasa. Masalah akuntansi
mengenai penilaian aktiva tetap dan depresiasi
yang sangat relevan dalam sekto manufaktur
menjadi semakin kurang penting. Tantangantantangan akuntansi yang baru seperti penilian
aktiva tidak berwujud dan sumber daya manusia
menjadi semakin berkembang.
7. Tingkat Pendidikan
Praktek akuntansi yang rumit dan sangat
kompleks hanya akan dapat dihasilkan oleh
mereka yang memiliki tingkat pendidikan yang
tinggi. Sementara i pihak lain informasi akuntansi
yang begitu kompleks juga hanya akan bermanfaat
bila dibaca oleh mereka yang memiliki pendidikan
memadai sehingga mampu memahami yang
disajikan dalam laporan akuntansi. Jadi pada
masyarakat di mana sebagian besar penduduknya 80 Maryono Kajian Akuntansi
80
masih berpendirikan rendah kiranya akuntansi
yang sederhana akan lebih bermanfaat bila
dibandingkan dengan akuntansi yang sangat rumit
dan kompleks.
8. Budaya
Hofstede dalam Choi dan Meek (2005)
menjelaskan bahwa budaya dijelaskan dalam
empat dimensi yaitu : individualisme lawan
kolektivisme, jarak kekuasaan yang besar lawan
jarak kekuasaan yang kecil, penghindaran ketidak
pastian yang kuat lawan penghindaran ketidak
pastian yang lemah, dan maskulinitas yang
membedakan pria dan wanita. Keempat dimensi
tersebut akan berpengaruh terhadap sistem dan
praktek akuntansi di suatu negara.
PERKEMBANGAN HARMONISASI
AKUNTANSI INTERNASIONAL
Usaha untuk mengharminisasikan akuntansi
secara internasional sudah dimulai sejak lama
bahkan sebelum terbentuknya International
Accounting Standard Commitee (IASC) didirikan
pada tahun 1973. Pada tahun 1959, Jacob
Krayenhof, mtra pendiri sebuah firma akuntan
independen Eropa yang utama mendorong agar
usaha pembuatan standar akuntansi internasional
dimulai. Pada tahun 1976, Organisasi untuk
Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi
(Organization for Economic Cooperation and
Development - OECD) mengeluarkan Deklarasi
Investasi dalam Perusahaan Multinasional yang
berisi panduan untuk ”Pengungkapan Informasi”.
Tahun 1978 Komisi Masyarakat Eropa
mengeluarkan Dekrit Keempat sebagai langkah
pertama menuju harmonisasi akuntansi Eropa.
Pada tahun 1981 IASC mendirikan kelompok
konsultatif yang terdiri dari organisasi non anggota
untuk memperluas masukan-masukan dalam
pembuatan standar internasional. Di tahun 1984,
Bursa Efek London menyatakan bahwa pihaknya
berharap agar perusahaan-perusahaan yang
mencatatkan sahamnya ttapi tidak didirikan di
Inggris dan Irlandia menyesuaikan dengan
akuntansi internasional. Tahun 2001 Badan
Standar Akuntansi Internasional (International
Accounting Standard Board–IASB) menggantikan
IASC dan mengambil alih tanggungjawab per
tanggal 1 April 2001. Standar IASB disebut
Standar Pelaporan Keuangan Internasional
(Intanatioanl Financial Report Standard–IFRS)
dan termasuk di dalamnya IAS yang dikeluarkan
IASC. Di tahun 2002 Parlemen Eropa menyetujui
proposal Komisi Eropa bahwa secara nyata
seluruh perusahaan Uni Eropa yang tercatat
sahamnya harus mengikuti standar IASB dimulai
selambat-lambatnya tahun 2005 dalam laporan
keuangan konsolidasi. Pada tahun yang sama
IASB dan FASB menandatangani ” Perjanjian
Norwalk ” yang berisi komitmen bersama terhadap
konvergensi standar akuntansi internasional dan
Amerika Serikat.
Pada tahun 2008, Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI) pada hari Selasa, 23 Desember 2008 dalam
rangka Ulang tahunnya ke-51 mendeklarasikan
rencana Indonesia untuk convergence terhadap
International Financial Reporting Standards
(IFRS) dalam pengaturan standar akuntansi
keuangan. Pengaturan perlakuan akuntansi yang
konvergen dengan IFRS akan diterapkan untuk
penyusunan laporan keuangan entitas yang
dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2012.
Hal ini diputuskan setelah melalui pengkajian dan
penelaahan yang mendalam dengan
mempertimbangkan seluruh risiko dan manfaat
konvergensi terhadap IFRS. Compliance terhadap
IFRS telah dilakukan oleh ratusan Negara di dunia
diantaranya adalah Korea, India dan Canada yang
akan melakukan konvergensi terhadap IFRS pada
tahun 2011. Data dari International Accounting
Standard Board (IASB) menunjukkan saat ini
terdapat 102 negara yang telah menerapkan IFRS
dengan berbagai tingkat keharusan yang berbedabeda. Sebanyak 23 negara mengizinkan
penggunaan IFRS secara sukarela, 75 negara
mewajibkan penggunaan IFRS untuk seluruh
perusahaan domestik, dan empat Negara
mewajibkan penggunaan IFRS untuk perusahaan
domestik tertentu.
Compliance terhadap IFRS memberikan
manfaat terhadap keterbandingan laporan
keuangan dan peningkatan transparansi. Melalui
compliance maka laporan keuangan perusahaan
Indonesia akan dapat diperbandingkan dengan
laporan keuangan perusahaan dari negara lain,
sehingga akan sangat jelas kinerja perusahaan
mana yang lebih baik. Selain itu, program
konvergensi juga bermanfaat untuk mengurangi
biaya modal (cost of capital), meningkatkan Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 81
investasi global, dan mengurangi beban
penyusunan laporan keuangan. International
Financial Reporting Standards (IFRS) dijadikan
sebagai referensi utama pengembangan standar
akuntansi keuangan di Indonesia karena IFRS
merupakan standar yang sangat kokoh.
Penyusunannya didukung oleh para ahli dan
dewan konsultatif internasional dari seluruh
penjuru dunia. Mereka menyediakan waktu cukup
dan didukung dengan masukan literatur dari
ratusan orang dari berbagai displin ilmu dan dari
berbagai macam jurisdiksi di seluruh dunia.
Dengan telah dideklarasikannya program
konvergensi terhadap IFRS ini, maka pada tahun
2012 seluruh standar yang dikeluarkan oleh
Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI akan
mengacu kepada IFRS dan diterapkan oleh entitas.
PERBANDINGAN STANDAR AKUNTANSI
KEUANGAN:INDONESIA, AMERIKA
SERIKAT, DAN INTERNASIONAL.
Untuk melihat terjadinya perbedaan praktek
akuntansi di berbagai negara di dunia ini, berikut
ini disampaikan contoh Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia,
Amerika Serikat ( Financial Accounting Standard
Board/FASB) dan Stadar Akuntansi Internasional
(International Accounting Standard/IAS) atau
International Financial Report Standard (IFRS).
Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
Indonesia sebagai salah satu negara yang
sedang berkembang tentu saja sangat jauh berbeda
bila dibandingkan dengan negara maju seperti
Amerika Serikat maupun negara maju lainnya baik
dalam praktek bisnis maupun standar dan prektek
akuntansinya. Praktek bisnis yang telah
berkembang di negara maju dan telah dibuat
standar akuntansinya namun praktek bisnis
tersebut belum berkembang di Indonesia tentu saja
belum memerlukan standar akuntansi. Sementara
praktek bisnis yang berkembang di Indonesia
namun tidak berkembang di negara lainnya
termasuk di negara-negara maju, maka dibuat
standar akuntansinya seperti standar akuntansi
untuk perbankan syariah.
Standar Akuntansi Keuangan Amerika Serikat
Amerika merupakan salah satu Negara maju di
dunia yang mempunyai pengaruh politik,
ekonomi, social budaya termasuk akuntansi
terhadap sesame Negara maju maupun Negara
berkembang sangat kuat. Dapat diibaratkan apa
yang terjadi di Amerika sekarang secara perlahan
atau cepat akan ditiru di Negara lain. Khusus
mengenai praktek bisnis di Amerika berkembang
begitu pesat yang pada akhirnya memerlukan
standard an praktek akuntansi yang berkembang
pula sesuai dengan perkembangan bisnis yang
terjadi. Bila dibandingkan dengan Standar
Akuntansi Keungan Indonesia maupun Standar
Akuntansi Internasional maka standar akuntansi
keuangan di Amerika jauh lebih banyak akibat
praktek bisnis yang memang lebih beragam
Standar Akuntansi Internasional (IAS / IFRS)
International Accounting
Standard/International Financial Reporting
Standard dikeluarkan oleh International
Accounting Standard Board atau Badan Standar
Akuntansi Internasional. Mengingat tujuan
penyusunan standar akuntansi tersebut untuk dapat
dipergunakan sebanyak mungking negara di dunia
maka dalam penyusunan standar akuntansi terntu
saja Badan Standar Akuntansi Internasional
mempertimbangkan kondisi sebagian besar negara
sehingga sesuai dengan kebutuhan mereka. Bila
kita bandingkan dengan standar akuntansi
Amerika maka dari segi jumlah standar yang
dikeluarkan Badan Standar Akuntansi
Internasional jauh lebih sedikit karena memang
mereka tidak mengacu pada perkembangan bisnis
dan kebutuhan akuntansi di Amerika saja
melainkan pada sebagian besar negara sehingga
standar akuntansi yang mereka keluarkan dapat
diadopsi baik sebagian maupun sepenuhnya.
Ketiga standar akuntansi tersebut baik yang
berlaku di Indonesia, Amerika Serikat, dan standar
Internasional, maka secara kuantitas jelas tampak
perbedaan yang nyata. Bila melihat dari segi
jumlah standar maka standar akuntansi di
Indonesia bila dibandingkan dengan Amerika
Serikat hanya kurang lebih sepertiganya saja
sementara bila dibandingkan dengan standar
akuntansi internasional standar akuntansi di
Indonesia lebih banyak. Perbedaan jumlah standar
akuntansi di Amerika yang jauh lebih banyak dari
Indonesia dapat dijelaskan bahwa tingkat
perkembangan ekonomi Amerika jauh lebih maju
bila dibandingkan dengan Indonesia sehingga di 82 Maryono Kajian Akuntansi
82
Amerika telah berkembang berbagai jenis
instrumen yang dapat dikategorikan ke dalam
rekening harta, kewajiban, maupun ekuitas.
Sementara bila di Indonesia ada standar akuntansi
yang sudah berlaku di Amerika tetapi belum ada di
Indonesia menunjukkan bahwa untuk Indonesia
hal tersebut masih dipandang belum mendesak
atau penting mengingat frekuensi terjadinya masih
rendah atau bahkan belum timbul sama sekali.
Sementara standar akuntansi internasional
yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan
Amerika bahkan Indonesia dapat dijelaskan bahwa
standar akuntansi internasional berusaha sebanyak
mungkin dapat mengadopsi berbagai keragaman
standar akuntansi di berbagai negara di dunia.
Standar akuntansi internasional tersebut
diharapkan banyak negara yang dapat mengadopsi
atau menggunakan standar yang ada untuk
diberlakukan di negara masing-masing. Semakin
banyaknya negara yang menggunakan standar
akuntansi internasional berarti telah terjadi
penyeragaman standar akuntansi meskipun belum
sepenuhnya, mengingat seperti di Amerika berarti
masih ada standar akuntansi lainnya yang belum
tercakup dalam standar akuntansi internasional.
IMPLIKASI BAGI STANDAR DAN
PRAKTEK AKUNTANSI DI INDONESIA
Indonesia merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari bisnis internasional atau global
tentu saja juga akan menghadapi permasalahan
dalam standar maupun praktek akuntansinya yang
mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan
perkembangan akuntansi yang berlaku secara
internasional. Beberapa negara maju antara lain
Perancis telah memberikan kebebasan kepada
perusahaan untuk menggunakan standar akuntansi
Perancis maupun standar akuntansi internasional
yaitu Ineternational Financial Report Standard
yang dikeluarkan oleh International Accounting
Standard Board. Pemberian kebebasan kepada
perusahaan untuk menggunakan IFRS tentu saja
dapat menjadi kecenderungan bagi negara lainnya
yang pada akhirnya akan mendorong penggunaan
IFRS secara meluas di berbagai negara termasuk
Indonesia.
Namun demikian merujuk pada faktor-faktor
yang mempengaruhi praktek akuntansi, maka
Indonesia tidak dengan serta merta mengadopsi
IFRS secara penuh atau mutlak mengingat
perbedaan faktor pendukung sehingga harus
dilakukan kajian terlebih dahulu standar mana
yang sudah dapat diadopsi dan diterapkan di
Indonesia dan standar mana yang belum dapat
diadopsi untuk diterapkan di Indonesia, dengan
demikian penerapan IFRS dibatasi terlebih dahulu
hanya pada perusahaan-perusahaan yang
mempunyai kemampuan penyesuaian tinggi
terhadap perubahan penggunaan standar yang
berlaku di Indonesia ke IFRS. Perusahaan
penanaman modal asing (PMA) dan perusahaan
yang telah go publik mungkin merupakan
perusahaan-perusahaan yang telah siap beralih
dari penggunaan standar akuntansi Indonesia ke
dalam standar akuntansi internasional mengingat
selama ini mereka telah berinteraksi dengan
investor, kreditor dan badan-badan internasional.
Hal ini mengingat di Indonesia terdapat
heteroginitas perusahaan dari perusahaan skala
mikro, kecil, menengah hingga yang besar.
Perbedaan karakteristik perusahaan ini tentu
saja menuntut pemberlakukan standar akuntansi
yang berbeda sehingga masing-masing kelompok
perusahaan dapat memilih standar akuntansi sesuai
dengan karakteristik perusahaan. Khusus
mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah
misalnya saat ini sedang pada tahap penyerapan
aspirasi dari berbagai pihak yang berkepentingan
guna penerapan standar akuntansi bagi usaha
mikro, kecil dan menengah, maka pada satu sisi
Indonesia dapat menerima dan mengadopsi
standar akuntansi yang berlaku secara
internasional sehingga akan meningkatkan daya
banding laporan keuangan perusahaan-perusahaan
yang beroperasi di Indonesia. Sementara di sisi
yang lain Indonesia masih dapat memberikan
ruang gerak bagi penerapan standar yang bersifat
nasional bagi perusahaan-perusahaan yang secara
teknis belum dapat menyesuaikan dengan standar
akuntansi yang berlaku secara internasional.
PENUTUP
Meskipun upaya-upayatelah dilakukan
terhadap usaha mengharmonikan akuntansi
internasional, keberagaman praktek akuntansi di
masa mendatang masih akan tetap terjadi. Hal ini
mengingat bahwa keberadaan akuntansi sangat
dipengaruhi oleh lingkungan di mana akuntansi
berada, dan tiap tiap negara akan tetap mengalami Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 83
perbedaan meskipun terdapat kecenderungan
menuju keseragaman.
Bahwa ke depan praktek akuntansi semakin
seragam di berbagai negara belahan dunia ini tentu
saja akan dapat menigkatkan kualitas akuntansi
internasional khususnya menyangkut daya
banding. Semakin seragam praktek akuntansi
berarti kinerja antar perusahaan di berbagai negara
akan dengan mudah diperbandingkan melalui
laporan keuangan yang mereka buat.
Untuk lebih dapat mengharmoniskan akuntansi
internasional maka perlu dibangun komunikasi
dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan
terhadap akuntansi dari berbagai negara, sehingga
dapat mengurangi perbedaan-perbedaan dalam
membangun standar maupun praktek akuntansi di
masing-masing negara.
DAFTAR PUSTAKA
Frederick D.S. Choi dan Gary K. Meek,
Penterjemah Edaward Tanujaya, 2005,
Akuntansi Internasional, Salemba Empat,
Jakarta.
Sidney J. Gray, Stephen B. Salter, Lee H.
Radebaugh., 2001, Global Accounting and
Control : A Managerial Emphasis, John Wiley
& Sons, Inc
www.iaiglobal.org
www.fasb.org
www.iasplus.com84 Maryono Kajian Akuntansi
84
Tabel 1. Daftar Standar Akuntansi Keuangan Indonesia
NO. JUDUL STANDAR
1. Penyajian Laporan Keuangan ( Revisi 1998 )
2. Laporan Arus Kas ( Reformat 2007 )
3. Laporan Keuangan Interim ( Reformat 2007 )
4. Laporan Keuangan Konsolidasi ( Reformat 2007 )
5. Pelaporan Segmen ( Revisi 2000 )
6.
7. Hubungan Pihak-pihak Yang Mempunyai Hubungan Istimewa ( Reformat 2007 )
8. Peristiwa Setelah Tanggal Neraca ( Revisi 2003 )
9. Panyajian Aktiva Lancar dan Kewajiban Jangka Pendek
10. Transaksi Dalam Mata Uang Asing ( Reformat 2007 )
11. Penjabaran Laporan Keuangan Dalam Mata Uang Asing ( Reformat 2007 )
12. Pelaporan Keuangan Mengenai Bagian Partisipasi Dalam Pengendalian Bersama
Operasi dan Aset
13. Properti Investasi ( Revisi 2007 )
14. Persediaan ( Reformat 2007 )
15. Akuntansi Untuk Investasi Dalam Perusahaan Asosiasi ( Reformat 2007 )
16. Aset Tetap ( Revisi 2007 )
17. Akuntansi Penyusutan
18. Akuntansi Dana Pensiun
19. Aset Tidak Berwujud ( Revisi 2000 )
20. Biaya Riset dan Pengembangan
21. Akuntansi Ekuitas
22. Akuntansi Penggabungan Usaha ( Reformat 2007 )
23. Pendapatan ( Reformat 2007 )
24. Imbalan Kerja ( Revisi 2004 )
25. Laba atau Rugi Bersih Untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar, dan
Perubahan Kebijakan Akuntansi ( Reformat 2007 )
26. Biaya Pinjaman ( Revisi 1997 ) ( Reformat 2007 )
27. Akuntansi Perkoperasian ( Revisi 1998 ) ( Reformat 2007 )
28. Akuntansi Asuransi Kerugian ( Revisi 1996 )
29. Akuntansi Minyak dan Gas Bumi
30. Sewa ( Revisi 2007 )
31. Akuntansi Perbankan ( Revisi 2000 )
32. Akuntansi Kehutanan
33. Akuntansi Pertambangan Umum
34. Akuntansi Kontrak Kontruksi
35. Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi
36. Akuntansi Asuransi Jiwa
37. Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol ( Reformat 2007 )
38. Akuntansi Restrukturisasi Ekuitas Sepengendali ( Reformat 2004 )
39. Akuntansi Kerjasama Operasi ( Reformat 2007 )
40. Akuntansi Perubahan Ekuitas Anak Perusahaan / Perusahaan Asosiasi
41. Akuntansi Waran ( Reformat 2007 )
42. Akuntansi Perusahaan Efek ( Reformat 2007 )
43. Akuntansi Anjak Piutang ( Reformat 2007 )
44. Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estat ( Reformat 2007 )Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 85
45. Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba ( Reformat 2007 )
46. Akuntansi Pajak Penghasilan ( Reformat 2007 )
47. Akuntansi Tanah
48. Penurunan Nilai Aset
49. Akuntansi Reksa Dana
50. Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan ( Revisi 2006 )
51. Akuntansi Kuasi-Reorganisasi ( Revisi 2003 )
52. Mata Uang Pelaporan
53. Akuntansi Kompensasi Berbasis Saham
54. Akuntansi Restrukturisasi Utang-Piutang Bermasalah
55. Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran ( Revisi 2006 )
56. Laba Per Saham ( LPS )
57. Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, Aset Kontijensi
58. Operasi Dalam Penghentian
59. Akuntansi Perbankan Syariah
Sumber : www.iaiglobal.org86 Maryono Kajian Akuntansi
86
Tabel 2. Standar Akuntansi Keuangan Amerika Serikat ( FASB )
NO. JUDUL STANDAR
1. Disclosure of Foreign Currency Translation Information
2. Accounting for Research and Development Costs
3. Reporting Accounting Changes in Interim Financial Statements—an amendment of APB Opinion
No. 28
4. Reporting Gains and Losses from Extinguishment of Debt—an amendment of APB Opinion No.
30
5. Accounting for Contingencies
6. Classification of Short-Term Obligations Expected to Be Refinanced—an amendment of ARB No.
43, Chapter 3A
7. Accounting and Reporting by Development Stage Enterprises
8. Accounting for the Translation of Foreign Currency Transactions and Foreign Currency
Financial Statements
9. Accounting for Income Taxes: Oil and Gas Producing Companies—an amendment of APB
Opinions No. 11 and 23
10. Extension of "Grandfather" Provisions for Business Combinations—an amendment of APB
Opinion No. 16
11. Accounting for Contingencies: Transition Method—an amendment of FASB Statement No. 5
12. Accounting for Certain Marketable Securities
13. Accounting for Leases
14. Financial Reporting for Segments of a Business Enterprise
15. Accounting by Debtors and Creditors for Troubled Debt Restructurings
16. Prior Period Adjustments
17. Accounting for Leases: Initial Direct Costs—an amendment of FASB Statement No. 13
18. Financial Reporting for Segments of a Business Enterprise: Interim Financial Statements—an
amendment of FASB Statement No. 14
19. Financial Accounting and Reporting by Oil and Gas Producing Companies
20. Accounting for Forward Exchange Contracts—an amendment of FASB Statement No. 8
21. Suspension of the Reporting of Earnings per Share and Segment Information by Nonpublic
Enterprises—an amendment of APB Opinion No. 15 and FASB Statement No. 14
22. Changes in the Provisions of Lease Agreements Resulting from Refundings of Tax-Exempt Debt—
an amendment of FASB Statement No. 13
23. Inception of the Lease—an amendment of FASB Statement
No. 13
24. Reporting Segment Information in Financial Statements That Are Presented in Another
Enterprise's Financial Report—an amendment of FASB Statement No. 14
25. Suspension of Certain Accounting Requirements for Oil and Gas Producing Companies—an
amendment of FASB Statement
No. 19
26. Profit Recognition on Sales-Type Leases of Real Estate—an amendment of FASB Statement No.
13
27. Classification of Renewals or Extensions of Existing Sales-Type or Direct Financing Leases—an
amendment of FASB Statement No. 13
28. Accounting for Sales with Leasebacks—an amendment of FASB Statement No. 13
29. Determining Contingent Rentals—an amendment of FASB Statement No. 13
30. Disclosure of Information about Major Customers—an amendment of FASB Statement No. 14
31. Accounting for Tax Benefits Related to U.K. Tax Legislation Concerning Stock Relief
32. Specialized Accounting and Reporting Principles and Practices in AICPA Statements of Position
and Guides on Accounting and Auditing Matters—an amendment of APB Opinion No. 20
33. Financial Reporting and Changing Prices
34. Capitalization of Interest Cost
35. Accounting and Reporting by Defined Benefit Pension PlansVol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 87
36. Disclosure of Pension Information—an amendment of APB Opinion No. 8
37. Balance Sheet Classification of Deferred Income Taxes—an amendment of APB Opinion No. 11
38. Accounting for Preacquisition Contingencies of Purchased Enterprises—an amendment of APB
Opinion No. 16
39. Financial Reporting and Changing Prices: Specialized Assets-Mining and Oil and Gas—a
supplement to FASB Statement No. 33
40. Financial Reporting and Changing Prices: Specialized Assets-Timberlands and Growing
Timber—a supplement to FASB Statement No. 33
41. Financial Reporting and Changing Prices: Specialized Assets-Income-Producing Real Estate—a
supplement to FASB Statement No. 33
42. Determining Materiality for Capitalization of Interest Cost—an amendment of FASB Statement
No. 34
43. Accounting for Compensated Absences
44. Accounting for Intangible Assets of Motor Carriers—an amendment of Chapter 5 of ARB No. 43
and an interpretation of APB Opinions 17 and 30
45. Accounting for Franchise Fee Revenue
46. Financial Reporting and Changing Prices: Motion Picture Films
47. Disclosure of Long-Term Obligations
48. Revenue Recognition When Right of Return Exists
49. Accounting for Product Financing Arrangements
50. Financial Reporting in the Record and Music Industry
51. Financial Reporting by Cable Television Companies
52. Foreign Currency Translation
53. Financial Reporting by Producers and Distributors of Motion Picture Films
54. Financial Reporting and Changing Prices: Investment Companies—an amendment of FASB
Statement No. 33
55. Determining whether a Convertible Security is a Common Stock Equivalent—an amendment of
APB Opinion No. 15
56. Designation of AICPA Guide and Statement of Position (SOP) 81-1 on Contractor Accounting
and SOP 81-2 concerning Hospital-Related Organizations as Preferable for Purposes of Applying
APB Opinion 20—an amendment of FASB Statement No. 32
57. Related Party Disclosures
58. Capitalization of Interest Cost in Financial Statements That Include Investments Accounted for by
the Equity Method—an amendment of FASB Statement No. 34
59. Deferral of the Effective Date of Certain Accounting Requirements for Pension Plans of State and
Local Governmental Units—an amendment of FASB Statement No. 35
60. Accounting and Reporting by Insurance Enterprises
61. Accounting for Title Plant
62. Capitalization of Interest Cost in Situations Involving Certain Tax-Exempt Borrowings and
Certain Gifts and Grants—an amendment of FASB Statement No. 34
63. Financial Reporting by Broadcasters
64. Extinguishments of Debt Made to Satisfy Sinking-Fund Requirements—an amendment of FASB
Statement No. 4
65. Accounting for Certain Mortgage Banking Activities
66. Accounting for Sales of Real Estate
67. Accounting for Costs and Initial Rental Operations of Real Estate Projects
68. Research and Development Arrangements
69. Disclosures about Oil and Gas Producing Activities—an amendment of FASB Statements 19, 25,
33, and 39
70. Financial Reporting and Changing Prices: Foreign Currency Translation—an amendment of
FASB Statement No. 33
71. Accounting for the Effects of Certain Types of Regulation
72. Accounting for Certain Acquisitions of Banking or Thrift Institutions—an amendment of APB
Opinion No. 17, an interpretation of APB Opinions 16 and 17, and an amendment of FASB 88 Maryono Kajian Akuntansi
88
Interpretation No. 9
73. Reporting a Change in Accounting for Railroad Track Structures—an amendment of APB
Opinion No. 20
74. Accounting for Special Termination Benefits Paid to Employees
75. Deferral of the Effective Date of Certain Accounting Requirements for Pension Plans of State and
Local Governmental Units—an amendment of FASB Statement No. 35
76. Extinguishment of Debt-an amendment of APB Opinion No. 26
77. Reporting by Transferors for Transfers of Receivables with Recourse
78. Classification of Obligations That Are Callable by the Creditor—an amendment of ARB No. 43,
Chapter 3A
79. Elimination of Certain Disclosures for Business Combinations by Nonpublic Enterprises—an
amendment of APB Opinion
No. 16
80. Accounting for Futures Contracts
81. Disclosure of Postretirement Health Care and Life Insurance Benefits
82. Financial Reporting and Changing Prices: Elimination of Certain Disclosures—an amendment of
FASB Statement No. 33
83. Designation of AICPA Guides and Statement of Position on Accounting by Brokers and Dealers
in Securities, by Employee Benefit Plans, and by Banks as Preferable for Purposes of Applying
APB Opinion 20—an amendment FASB Statement No. 32 and APB Opinion No. 30 and a
rescission of FASB Interpretation No. 10
84. Induced Conversions of Convertible Debt—an amendment of APB Opinion No. 26
85. Yield Test for Determining whether a Convertible Security is a Common Stock Equivalent—an
amendment of APB Opinion
No. 15
86. Accounting for the Costs of Computer Software to Be Sold, Leased, or Otherwise Marketed
87. Employers' Accounting for Pensions
88. Employers' Accounting for Settlements and Curtailments of Defined Benefit Pension Plans and
for Termination Benefits
89. Financial Reporting and Changing Prices
90. Regulated Enterprises-Accounting for Abandonments and Disallowances of Plant Costs—an
amendment of FASB Statement No. 71
91. Accounting for Nonrefundable Fees and Costs Associated with Originating or Acquiring Loans
and Initial Direct Costs of Leases—an amendment of FASB Statements No. 13, 60, and 65 and a
rescission of FASB Statement No. 17
92. Regulated Enterprises-Accounting for Phase-in Plans—an amendment of FASB Statement No. 71
93. Recognition of Depreciation by Not-for-Profit Organizations
94. Consolidation of All Majority-owned Subsidiaries—an amendment of ARB No. 51, with related
amendments of APB Opinion No. 18 and ARB No. 43, Chapter 12
95. Statement of Cash Flows
96. Accounting for Income Taxes
97. Accounting and Reporting by Insurance Enterprises for Certain Long-Duration Contracts and for
Realized Gains and Losses from the Sale of Investments
98. Accounting for Leases: Sale-Leaseback Transactions Involving Real Estate, Sales-Type Leases of
Real Estate, Definition of the Lease Term, and Initial Direct Costs of Direct Financing Leases—
an amendment of FASB Statements No. 13, 66, and 91 and a rescission of FASB Statement No. 26
and Technical Bulletin No. 79-11
99. Deferral of the Effective Date of Recognition of Depreciation by Not-for-Profit Organizations—
an amendment of FASB Statement No. 93
100. Accounting for Income Taxes-Deferral of the Effective Date of FASB Statement No. 96—an
amendment of FASB Statement
No. 96
101. Regulated Enterprises-Accounting for the Discontinuation of Application of FASB Statement No.
71
102. Statement of Cash Flows-Exemption of Certain Enterprises and Classification of Cash Flows
from Certain Securities Acquired for Resale—an amendment of FASB Statement No. 95Vol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 89
103. Accounting for Income Taxes-Deferral of the Effective Date of FASB Statement No. 96—an
amendment of FASB Statement
No. 96
104. Statement of Cash Flows-Net Reporting of Certain Cash Receipts and Cash Payments and
Classification of Cash Flows from Hedging Transactions—an amendment of FASB Statement
No. 95
105. Disclosure of Information about Financial Instruments with Off-Balance-Sheet Risk and
Financial Instruments with Concentrations of Credit Risk
106. Employers' Accounting for Postretirement Benefits Other Than Pensions
107. Disclosures about Fair Value of Financial Instruments
108. Accounting for Income Taxes-Deferral of the Effective Date of FASB Statement No. 96—an
amendment of FASB Statement
109. Accounting for Income Taxes
110. Reporting by Defined Benefit Pension Plans of Investment Contracts—an amendment of FASB
Statement No. 35
111. Rescission of FASB Statement No. 32 and Technical Corrections
112. Employers' Accounting for Postemployment Benefits—an amendment of FASB Statements No. 5
and 43
113. Accounting and Reporting for Reinsurance of Short-Duration and Long-Duration Contracts
114. Accounting by Creditors for Impairment of a Loan—an amendment of FASB Statements No. 5 and
15
115. Accounting for Certain Investments in Debt and Equity Securities
116. Accounting for Contributions Received and Contributions Made
117. Financial Statements of Not-for-Profit Organizations
118. Accounting by Creditors for Impairment of a Loan-Income Recognition and Disclosures—an
amendment of FASB Statement No. 114
119. Disclosure about Derivative Financial Instruments and Fair Value of Financial Instruments
120. Accounting and Reporting by Mutual Life Insurance Enterprises and by Insurance Enterprises for
Certain Long-Duration Participating Contracts—an amendment of FASB Statements 60, 97, and
113 and Interpretation No. 40
121. Accounting for the Impairment of Long-Lived Assets and for Long-Lived Assets to Be Disposed Of
122. Accounting for Mortgage Servicing Rights—an amendment of FASB Statement No. 65
123. Share-Based Payment
124. Accounting for Certain Investments Held by Not-for-Profit Organizations
125. Accounting for Transfers and Servicing of Financial Assets and Extinguishments of Liabilities
126. Exemption from Certain Required Disclosures about Financial Instruments for Certain Nonpublic
Entities—an amendment to FASB Statement No. 107
127. Deferral of the Effective Date of Certain Provisions of FASB Statement No. 125—an amendment
to FASB Statement No. 125
128. Earnings per Share
129. Disclosure of Information about Capital Structure
130. Reporting Comprehensive Income
131. Disclosures about Segments of an Enterprise and Related Information
132. Employers' Disclosures about Pensions and Other Postretirement Benefits—an amendment of
FASB Statements No. 87, 88, and 106
133. Accounting for Derivative Instruments and Hedging Activities
134. Accounting for Mortgage-Backed Securities Retained after the Securitization of Mortgage Loans
Held for Sale by a Mortgage Banking Enterprise—an amendment of FASB Statement No. 65
135. Rescission of FASB Statement No. 75 and Technical Corrections
136. Transfers of Assets to a Not-for-Profit Organization or Charitable Trust That Raises or Holds
Contributions for Others
137. Accounting for Derivative Instruments and Hedging Activities—Deferral of the Effective Date of
FASB Statement No. 133—an amendment of FASB Statement No. 133
138. Accounting for Certain Derivative Instruments and Certain Hedging Activities-an amendment of
FASB Statement No. 13390 Maryono Kajian Akuntansi
90
139. Rescission of FASB Statement No. 53 and amendments to FASB Statements No. 63, 89, and 121
140. Accounting for Transfers and Servicing of Financial Assets and Extinguishments of Liabilities-a
replacement of FASB Statement No. 125
141. Business Combinations
142. Goodwill and Other Intangible Assets
143. Accounting for Asset Retirement Obligations
144. Accounting for the Impairment or Disposal of Long-Lived Assets
145. Rescission of FASB Statements No. 4, 44, and 64, Amendment of FASB Statement No. 13, and
Technical Corrections
146. Accounting for Costs Associated with Exit or Disposal Activities
147. Acquisitions of Certain Financial Institutions—an amendment of FASB Statements No. 72 and
144 and FASB Interpretation No. 9
148. Accounting for Stock-Based Compensation—Transition and Disclosure—an amendment of FASB
Statement No. 123
149. Amendment of Statement 133 on Derivative Instruments and Hedging Activities
150. Accounting for Certain Financial Instruments with Characteristics of both Liabilities and Equity
151. Inventory Costs—an amendment of ARB No. 43, Chapter 4
152. Accounting for Real Estate Time-Sharing Transactions—an amendment of FASB Statements No.
66 and 67
153. Exchanges of Nonmonetary Assets—an amendment of APB Opinion No. 29
154. Accounting Changes and Error Corrections—a replacement of APB Opinion No. 20 and FASB
Statement No. 3
155. Accounting for Certain Hybrid Financial Instruments—an amendment of FASB Statements No.
133 and 140
156. Accounting for Servicing of Financial Assets—an amendment of FASB Statement No. 140
157. Fair Value Measurements
158. Employers' Accounting for Defined Benefit Pension and Other Postretirement Plans—an
amendment of FASB Statements No. 87, 88, 106, and 132(R)
159. The Fair Value Option for Financial Assets and Financial Liabilities—Including an amendment
of FASB Statement No. 115
160. Noncontrolling Interests in Consolidated Financial Statements—an amendment of ARB No. 51
161. Disclosures about Derivative Instruments and Hedging Activities—an amendment of FASB
Statement No. 133
162. The Hierarchy of Generally Accepted Accounting Principles
163. Accounting for Financial Guarantee Insurance Contracts—an interpretation of FASB Statement
No. 60
164. Not-for-Profit Entities: Mergers and Acquisitions—Including an amendment of FASB Statement
No. 142
165. Subsequent Events
166, Accounting for Transfers of Financial Assets—an amendment of FASB Statement No. 140
167. Amendments to FASB Interpretation No. 46(R)
168. The FASB Accounting Standards CodificationTM and the Hierarchy of Generally Accepted
Accounting Principles—a replacement of FASB Statement No. 162
Sumber : www.fasb.orgVol. 2 No. 1, Pebruari 2010 Kajian Akuntansi 91
Tabel 3. Standar Akuntansi Internasional IAS / IFRS
NO. JUDUL STANDAR
1. Presentation of Financial Statements
2. Inventories
3. Consolidated Financial Statements – Originally issued 1976, effective 1 Jan 1977. Superseded in 1989 by
IAS 27 and IAS 28
4. Depreciation Accounting – Withdrawn in 1999, replaced by IAS 16, 22, and 38, all of which were issued or
revised in 1998.
5. Information to Be Disclosed in Financial Statements – Originally issued October 1976, effective 1 January
1997. Superseded by IAS 1 in 1997
6. Accounting Responses to Changing Prices – Superseded by IAS 15, which was withdrawn December 2003
7. Statement of Cash Flows
8. Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors
9. Accounting for Research and Development Activities – Superseded by IAS 38 effective 1.7.99
10. Events After the Reporting Period
11. Construction Contracts
12. Income Taxes
13. Presentation of Current Assets and Current Liabilities – Superseded by IAS 1
14. Segment Reporting
15. Information Reflecting the Effects of Changing Prices – Withdrawn December 2003
16. Property, Plant and Equipment
17. Leases
18. Revenue
19. Employee Benefits
20. Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
21. The Effects of Changes in Foreign Exchange Rates
22. Business Combinations – Superseded by IFRS 3 effective 31 March 2004
23. Borrowing Costs
24. Related Party Disclosures
25. Accounting for Investments – Superseded by IAS 39 and IAS 40 effective 2001
26. Accounting and Reporting by Retirement Benefit Plans
27. Consolidated and Separate Financial Statements
28. Investments in Associates
29. Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
30. Disclosures in the Financial Statements of Banks and Similar Financial Institutions – Superseded by IFRS 7
effective 2007
31. Interests In Joint Ventures
32. Financial Instruments: Presentation – Disclosure provisions superseded by IFRS 7 effective 2007
33. Earnings Per Share
34. Interim Financial Reporting
35. Discontinuing Operations – Superseded by IFRS 5 effective 2005
36. Impairment of Assets
37. Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets
38. Intangible Assets
39. Financial Instruments: Recognition and Measurement
40. Investment Property
41. Agriculture
Sumber : www.iasplus.com